Dasar cinta untuk dan karena Allah Ta’ala adalah mahabatullah
(mencintai Allah). Seseorang yang benar-benar mencintai Allah Ta’ala,
dia akan mencintai seseorang atas dasar keimanan dan cintanya kepada
Allah Ta’ala.
رَوَي اْلبُخَارِيُّ وَ مُسْلِمٌ عَنْ أَنَسٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ الإِيمَانِ أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا، وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إِلاَّ لِلَّهِ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ
Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Anas radhiallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda. “Tiga perkara jika itu ada pada seseorang maka ia akan merasakan manisnya iman; orang yang manjadikan Allah dan Rasul-Nya lebih dia cintai daripada selain keduanya, mencintai seseorang yang ia tak mencintainya kecuali karena Allah, dan benci untuk kembali kepada kekafiran setelah Allah menyelamatkannya dari kekafiran tersebut sebagaimana ia benci untuk masuk neraka.” (HR. al-Bukhari No.16 dan Muslim No.163)
Inilah salah satu bentuk CINTA menurut Ibn Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah, klin disini untuk melihat bentuk cinta lainnya.
Mencintai Alloh Subhanahu Wa Ta'ala haruslah yang paling utama, dan hakiki dalam mencintaiNya. Pernahkan kita mencintai seseorang tanpa mengingat bahwa hanya Alloh lah satu-satunya yang mutlak kita tempatkan di hati kita???
Ada sebuah kisah penuh hikmah, sebuah kisah dimana rasa Cinta itu memang harus benar ditempatkan diposisi nya, hanya memohon perlindungan Alloh untuk menetapkan hati agar senantiasa tertuju padaNya..
Berikut kisah mengharukan dan penuh hikmah..dari tokoh yang begitu saya kagumi dan menjadi teladan serta inspirasi hidup:
Prof. DR. H. Abdul Malik Karim Amrullah (Buya HAMKA)
"Ketika HAMKA Berduka Kehilangan Isterinya"
ditulis oleh: Irfan Hamka (anak dari Buya Hamka)– Penerbit RepublikaLebih dari 50 tahun Hamka dan Isterinya saling mendampingi, segala suka dan cita mereka hadapi berdua dari masa usia muda, ketika menikah , Hamka berusia 19 tahun, dan Isterinya kala itu berusia 16 tahun. Keduanya dikaruniai 12 orang anak. Dapat dibayangkan perjuangan hidup mereka sebagai orangtua membesarkan anak anak mereka.
Setelah Isteri beliau wafat, Hamka lebih sering tinggal di rumah,
jarang bepergian. Tamu tamu berdatangan silih berganti menyampaikan
rasa ikut berduka cita. Undangan ke luar kota pun tidak dapat ia penuhi.
Pengakuan seorang anaknya yang memperhatikan sikap Hamka mengatasi
duka laranya sepeninggal isterinya , Hamka sering bersenandung kala
sendirian, ia bersenandung dengan suara yang hampir tidak terdengar, ia
menyenandungkan Untaian syair “Kabah”.
Senandung Kabah biasanya
dinyanyikan dengan iringan suling atau rebab. Bila selesai bersenandung ,
Hamka mengambil air wudhu, lalu shalat. Selesai shalat, Hamka tiduran
di tempat tidur sambil bersandar di bantal yang disandarkan di kayu
tempat tidur itu.
Dari bawah bantal yang lain ia mengambil Al Quran kecil, kemudian hanyut membacanya. Salah satu kebiasaannya, ia tak akan berhenti membaca al Quran sebelum ia mengantuk, beliau akan terus membacanya sampai 2-3 jam. Karena itu, Hamka bisa menghabiskan 5-6 jam sehari hanya untuk membaca Al Quran.
Dari bawah bantal yang lain ia mengambil Al Quran kecil, kemudian hanyut membacanya. Salah satu kebiasaannya, ia tak akan berhenti membaca al Quran sebelum ia mengantuk, beliau akan terus membacanya sampai 2-3 jam. Karena itu, Hamka bisa menghabiskan 5-6 jam sehari hanya untuk membaca Al Quran.
Pernah suatu saat, anaknya menanyakan Hamka mengenai kuatnya dalam membaca Al Quran,
“ Ayah, kuat sekali Ayah membaca Al Quran?’ tanyanya kepada Hamka.
“Kau tahu, Irfan. Ayah dan Ummi telah berpuluh puluh tahun lamanya
hidup bersama. Tidak mudah Ayah melupakan kebaikan Ummi. Itulah sebabnya
bila datang ingatan Ayah terhadap Ummi, Ayah mengenangnya dengan
bersenandung. Namun, bila ingatan Ayah kepada Ummi itu muncul begitu
kuat, Ayah lalu segera mengambil air wudhu. Ayah sholat taubat dua
rakaat. Kemudian Ayah mengaji, Ayah berupaya mengalihkannya dan
memusatkan pikiran dan kecintaan Ayah semata mata kepada Allah,” jawab
Hamka.
“Mengapa Ayah sampai harus melakukan shalat taubat” Tanya puteranya.
Hamka menjawab tuntas ,” Ayah takut, kecintaan Allah kepada Ummi
melebihi kecintaan Ayah kepada Allah. Itulah mengapa Ayah sholat taubat
terlebih dahulu.”
Artikel diambil dari :eramuslim.com
subhannaloh maha suci bagi alloh seru sekalian Alam, ajal manusia tidaklah dapat di taksir perkiraan akan meninggal nya seseorang, seoang fofesor pun ahli dalam psikologis tidak dapt meramalkan, tapi Alloh mengetahui kapan dan waktu ajal manusia tiba.
BalasHapussubhannaloh maha suci bagi alloh seru sekalian Alam, ajal manusia tidaklah dapat di taksir perkiraan akan meninggal nya seseorang, seoang fofesor pun ahli dalam psikologis tidak dapt meramalkan, tapi Alloh mengetahui kapan dan waktu ajal manusia tiba.
BalasHapus