Senin, 25 Januari 2016

Kenapa Pohon Kurma itu Bisa Menangis?




Berikut kisahnya …

Jabir radhiyallahu ‘anhu berkata,

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berdiri di atas sebatang pohon kurma ketika berkhutbah. Setelah dibuatkan mimbar, kami mendengar sesuatu pada batang pohon kurma tersebut seperti suara teriakan unta yang bunting. Sehingga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam turun, lalu meletakkan tangannya pada batang kurma tersebut. Setelah itu, batang pohon itu pun diam.”
Dalam riwayat lain disebutkan, “Ketika hari Jum’at, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam duduk di atas mimbar. Lalu batang kurma yang biasa beliau berkhutbah di sana itu berteriak, hampir-hampir batang kurma itu terbelah.”

Dalam riwayat lain disebutkan, “Lalu batang kurma itu berteriak seperti teriakan anak kecil. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam turun lalu memegangnya dan memeluknya. Setelah itu, mulailah batang pohon itu mengerang seperti erangan anak kecil yang sedang diredakan tangisannya sampai ia terdiam. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu bersabda,

بَكَتْ عَلَى مَا كَانَتْ تَسْمَعُ مِنَ الذِّكْرِ
Ia menangis karena dzikir yang dulu biasa ia dengar.” (HR. Bukhari no. 2095. Disebutkan dalam Riyadh Ash-Shalihin karya Imam Nawawi pada hadits no. 1831)

Tangisan Pohon Kurma, Tanda Mukjizat Nabi

Kisah tangisan pohon kurma merupakan kisah yang benar-benar nyata yang diketahui dari khalaf (yang belakangan) dari salaf (yang sebelumnya ada). Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah berkata bahwa ini merupakan tanda kalau benda seperti batang kurma yang tidak bergerak memiliki perasaan seperti hewan, bahkan lebih unggul dari beberapa hewan yang lebih cerdas. Hal ini sesuai dengan firman Allah Ta’ala di mana sebagian ulama maknakan secara tekstual,

تُسَبِّحُ لَهُ السَّمَوَاتُ السَّبْعُ وَالْأَرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ وَلَكِنْ لَا تَفْقَهُونَ تَسْبِيحَهُمْ إِنَّهُ كَانَ حَلِيمًا غَفُورًا
Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.” (QS. Al-Isra’: 44)

Ibnu Abi Hatim telah menukilkan dari Manaqib Asy-Syafi’i, dari bapaknya, dari ‘Amr bin Sawad, dari Imam Asy-Syafi’i, ia berkata,

مَا أَعْطَى اللَّه نَبِيًّا مَا أَعْطَى مُحَمَّدًا
“Allah tidaklah pernah memberikan sesuatu kepada seorang Nabi seperti yang diberikan pada Nabi Muhammad.”

Aku (Ibnu Abi Hatim) berkata, “Nabi ’Isa diberi mukjizat bisa menghidupkan yang mati.” Imam Syafi’i berkata, “Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam diberi mukjizat bisa mendengar suara rintihan batang kurma yang menangis (karena ia tidak mendengar lagi dzikir yang dibaca Nabi ketika Nabi beralih menggunakan mimbar, pen). Mukjizat ini lebih luar biasa dari mukjizat yang diberikan pada Nabi Isa.” (Fath Al-Bari, 6: 603)

Rintihan Pohon Kurma Karena Ditinggal Nabi

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin berkata, ketika seorang wanita Anshar membuatkan mimbar lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah di atasnya, maka batang pohon kurma yang biasa dipakai oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk berkhutbah pun menangis. Pohon tersebut kadang berteriak seperti keadaan unta yang sedang bunting, kadang pula seperti rintihan anak kecil yang menangis. Pohon tersebut menangis karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak lagi berkhutbah di sisinya. Allahu akbar …

 Benda yang diam seperti itu merintih dan menangis karena ditinggal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sekarang ajaran-ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditinggalkan, tak ada satu pun yang merintih.

Semoga Allah menolong kita sekalian untuk senantiasa berdzikir, bersyukur, dan terus memperbagus ibadah.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun turun, lantas pohon kurma tersebut terdiam. Nabi mendiamkannya seperti seorang ibu mendiamkan anaknya padahal itu hanyalah sebuah batang yang tidak bergerak.

Dari sini menunjukkan bahwa ada dua mukjizat Nabi: (1) rintihan pohon kurma setelah ditinggalkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam karena tidak dipakai lagi untuk tempat berkhutbah, (2) dengan turunnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas memeluk batang kurma tersebut akhirnya menjadi diam dari tangisan atau teriakannya. (Syarh Riyadh Ash-Shalihin, 6: 641)

Pohon Kurma Menangis Karena Cinta dan Rindu pada Nabinya, Bagaimana dengan Kita Manusia?

Perlu diketahui, mukjizat itu ada dua macam:
  • Mukjizat yang masih taraf kemampuan manusia, namun tidak bisa dilakukan lalu Allah wujudkan tanda akan benarnya Nabi tersebut. Contoh, Zakariya yang baru memiliki keturunan di masa tua.
  • Mukjizat yang di luar kemampuan manusia dan tidak bisa dilakukan yang semisalnya. Contoh, rintihan pohon kurma yang cinta pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan begitu merindukan ketika berpisah dengan beliau. (Kunuz Riyadh Ash-Shalihin, 21: 465)
Ada perkataan yang bagus dari Al-Hasan Al-Bashri ketika ia menyebutkan hadits rintihan pohon kurma ini, ia berkata,

يَا مَعْشَر الْمُسْلِمِينَ الْخَشَبَة تَحِنّ إِلَى رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَوْقًا إِلَى لِقَائِهِ فَأَنْتُمْ أَحَقّ أَنْ تَشْتَاقُوا إِلَيْهِ
“Wahai kaum muslimin, batang kurma saja bisa merintih karena rindu bertemu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kalian harusnya lebih berhak rindu pada beliau.” (Fath Al-Bari, 6: 697)

Bukankah kita telah diperintahkan untuk mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

قُلْ إِنْ كَانَ آَبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ
Katakanlah: “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya”. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (QS. At Taubah: 24)

Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Jika semua hal-hal tadi lebih dicintai daripada Allah dan Rasul-Nya, serta berjihad di jalan Allah, maka tunggulah musibah dan malapetaka yang akan menimpa kalian.” Ancaman keras inilah yang menunjukkan bahwa mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari makhluk lainnya adalah wajib.

Ingatlah tanda cinta Allah adalah dengan mengikuti tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Ta’ala berfirman,

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ
Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”.” (QS. Ali Imran: 31)

Ibnu Katsir berkata mengenai ayat di atas,

هذه الآية الكريمة حاكمة على كل من ادعى محبة الله، وليس هو على الطريقة المحمدية فإنه كاذب في دعواه في نفس الأمر
“Ayat yang muliau ini menghakimi setiap yang mengakui mencintai Allah sedangkan ia tidak mau mengikuti petunjuk Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka ia berarti telah berdusta dengan pengakuannya sendiri.”

Al-Hasan Al-Bashri dan sebagian ulama salaf lainnya,

زعم قوم أنهم يحبون الله فابتلاهم الله بهذه الآية
“Suatu kaum mengakui cinta pada Allah, maka Allah menguji mereka dengan ayat di atas.”
Semoga Allah beri tambahan ilmu yang bermanfaat dan semakin melembutkan hati.

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com

Jumat, 22 Januari 2016

Keistimewaan Bulan Syawal



Bulan kembali ke fitrah
Syawal adalah bulan kembalinya umat Islam kepada fitrahnya, diampuni semua dosanya, setelah melakukan ibadah Ramadhan sebulan penuh. Paling tidak, tanggal 1 Syawal umat Islam “kembali makan pagi” dan diharamkan berpuasa pada hari itu.
Ketibaan Syawal membawa kemenangan bagi mereka yang berjaya menjalani ibadah puasa sepanjang Ramadan. Ia merupakan lambang kemenangan umat Islam hasil dari “peperangan” menentang musuh dalam jiwa yang terbesar, yaitu hawa nafsu.

• Bulan takbir
Tanggal 1 Syawal adalah Idul Fitri, seluruh umat Islam di berbagai belahan mengumandangkan takbir. Maka, bulan Syawal pun merupakan bulan dikumandangkannya takbir oleh seluruh umat Islam secara serentak, paling tidak satu malam, yakni begitu malam memasuki tanggal 1 Syawal alias malam takbiran, menjelang Shalat Idul Fitri.

Kumandang takbir merupakan ungkapan rasa syukur atas keberhasilan ibadah Ramadhan selama sebulan penuh. Kemenangan yang diraih itu tidak akan tercapai, kecuali dengan pertolongan-Nya. Maka umat Islam pun memperbanyakkan dzikir, takbir, tahmid, dan tasbih. “”Dan agar kamu membesarkan Allah SWT atas petunjuk yang Ia berikan kepada kamu, dan agar kamu bersyukur atas nikmat-nikmat yang telah diberikan” (QS. Al-Baqarah: 185).


• Bulan silaturahmi
Dibandingkan bulan-bulan lainnya, pada bulan inilah umat Islam sangat banyak melakukan amaliah silaturahmi, mulai mudik ke kampung halaman, saling bermaafan dengan teman atau tetangga, hala bihalal, kirim SMS dan telepon, dan sebagainya. Betapa Syawal pun menjadi bulan penuh berkah, rahmat, dan ampunan Allah SWT karena umat Islam menguatkan tali silaturahmi dan ukhuwah Islamiyah.

• Bulan ceria
Syawal adalah bulan penuh ceria. Di Indonesia bahkan identik dengan hal yang serba baru. Misalnya; baju baru, sepatu baru, perabot rumah tangga baru, dan lain-lain. Orang-orang bersuka cita, bersalaman, berpelukan, bertangis bahagia, mengucap syukur yang agung, meminta maaf, memaafkan yang bersalah.

Begitu banyak doa terlempar di udara. Begitu banyak cinta kasih saling diberikan antar seluruh umat manusia. Aura maaf tersebar di seluruh penjuru bumi, nuansa peleburan dosa, nuansa pencarian makna baru dalam hidup.

Puasa satu tahun
Amaliah yang ditentukan Rasulullah SAW pada bulan Syawal adalah puasa sunah selama enam hari, sebagai kelanjutan puasa Ramadhan.
“Barangsiapa berpuasa pada bulan Ramadhan lalu diiringinya dengan puasa enam hari bulan Syawal, berarti ia telah berpuasa setahun penuh” (H.R Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i dan Ibnu Majah).



 • Bulan Nikah
Syawal adalah bulan yang baik untuk menikah. Hal ini sekaligus mendobrak khurafat, yakni pemikiran dan tradisi jahiliyah yang tidak mau melakukan pernikahan pada bulan Syawal karena takut terjadi malapetaka. Budaya jahiliyah itu muncul disebabkan pada suatu tahun, tepatnya bulan Syawal, Allah SWT menurunkan wabah penyakit, sehingga banyak orang mati termasuk beberapa pasangan pengantin. Maka sejak itu, kaum jahiliah tidak mau melangsungkan pernikahan pada bulan Syawal.

Khurafat itu didobrak oleh Islam. Rasulullah Saw menunjukkan sendiri bahwa bulan Syawal baik untuk menikah. Siti Aisyah menegaskan: “Rasulullah SAW menikahi saya pada bulan Syawal, berkumpul (membina rumah tangga) dengan saya pada bulan Syawal, maka siapakah dari isteri beliau yang lebih beruntung daripada saya?” Selain dengan Siti Aisyah, Rasul juga menikahi Ummu Salamah juga pada bulan Syawal. Menurut Imam An-Nawawi, hadits tersebut berisi anjuran menikah pada bulan Syawal. ‘Aisyah bermaksud, dengan ucapannya ini, untuk menolak tradisi jahiliah dan anggapan mereka bahwa menikah pada bulan Syawal tidak baik.

Bulan peningkatan
Inilah keistimewaan bulan Syawal yang paling utama. Syawal adalah bulan “peningkatan” kualitas dan kuantitas ibadah. Syawal sendiri, secara harfiyah, artinya “peningkatan”, yakni peningkatan ibadah sebagai hasil training selama bulan Ramadhan. Umat Islam diharapkan mampu meningkatkan amal kebaikannya pada bulan ini, bukannya malah menurun atau kembali ke “watak” semula yang jauh dari Islam. Na’udzubillah.



• Bulan pembuktian takwa
Inilah makna terpenting bulan Syawal. Setelah Ramadhan berlalu, pada bulan Syawal lah “pembuktian” berhasil-tidaknya ibadah Ramadhan, utamanya puasa, yang bertujuan meraih derajat takwa.

Jika tujuan itu tercapai, sudah tentu seorang Muslim menjadi lebih baik kehidupannya, lebih saleh perbuatannya, lebih dermawan, lebih bermanfaat bagi sesama, lebih khusyu’ ibadahnya, dan seterusnya. Paling tidak, semangat beribadah dan dakwah tidak menurun setelah Ramadhan. Amin Ya Rabbal Alamin.


Anjuran Menikah Di Bulan Syawwal

Ada sunnah di bulan Syawwal yaitu anjuran menikah di bulan Syawwal. Bagi yang sudah dimudahkan oleh Allah, bisa melaksanakan sunnah ini.

 

 

 

Setelah bulan suci Ramadhan ada bulan Syawwal, di mana masyarakat sudah mengenal sunnah puasa 6 hari di bulan Syawwal. Akan tetapi ada juga sunnah lainnya di bulan Syawwal yaitu anjuran menikah di bulan Syawwal. Bagi yang sudah dimudahkan oleh Allah, bisa melaksanakan sunnah ini.

Dalil sunnah menikah di bulan Syawwal

‘Aisyah radiallahu ‘anha istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menceritakan,

تَزَوَّجَنِي رَسُولُ اللهِ فِي شَوَّالٍ، وَبَنَى بِي فِي شَوَّالٍ، فَأَيُّ نِسَاءِ رَسُولِ اللهِ كَانَ أَحْظَى عِنْدَهُ مِنِّي؟، قَالَ: ((وَكَانَتْ عَائِشَةُ تَسْتَحِبُّ أَنْ تُدْخِلَ نِسَاءَهَا فِي شَوَّالٍ)) 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menikahiku di bulan Syawal, dan membangun rumah tangga denganku pada bulan syawal pula. Maka isteri-isteri Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassalam yang manakah yang lebih beruntung di sisinya dariku?” (Perawi) berkata, “Aisyah Radiyallahu ‘anhaa dahulu suka menikahkan para wanita di bulan Syawal” (HR. Muslim).

Sebab Nabi Shalallahu ‘alaihi Wassalam menikahi ‘Aisyah di bulan Syawwal adalah untuk menepis anggapan bahwa menikah di bulan Syawwal adalah kesialan dan tidak membawa berkah. Ini adalah keyakinan dan aqidah Arab Jahiliyah. Ini tidak benar, karena yang menentukan beruntung atau rugi hanya Allah Ta’ala.

Bulan Syawwal dianggap bulan sial menikah karena nggapan di bulan Syawwal unta betina yang mengangkat ekornya (syaalat bidzanabiha). Ini adalah tanda unta betina tidak mau dan enggan untuk menikah, sebagai tanda juga menolak unta jantan yang mendekat. Maka para wanita juga menolak untuk dinikahi dan para walipun enggan menikahkan putri mereka.

Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menikahi ‘Aisyah untuk membantah keyakinan yang salah sebagian masyarakat yaitu tidak suka menikah di antara dua ‘ied (bulan Syawwal termasuk di antara ‘ied fitri dan ‘idul Adha), mereka khawatir akan terjadi perceraian. Keyakinan ini tidaklah benar.” (Al-Bidayah wan Nihayah, 3/253).

Imam An-Nawawi rahimahullah juga menjelaskan, “Di dalam hadits ini terdapat anjuran untuk menikahkan, menikah, dan membangun rumah tangga pada bulan Syawal. Para ulama kami (ulama syafi’iyyah) telah menegaskan anjuran tersebut dan berdalil dengan hadits ini. Dan Aisyah Radiyallahu ‘anhaa ketika menceritakan hal ini bermaksud membantah apa yang diyakini masyarakat jahiliyyah dahulu dan anggapan takhayul sebagian orang awam pada masa kini yang menyatakan kemakruhan menikah, menikahkan, dan membangun rumah tangga di bulan Syawwal. Dan ini adalah batil, tidak ada dasarnya.

 Ini termasuk peninggalan jahiliyyah yang ber-tathayyur (menganggap sial) hal itu, dikarenakan penamaan syawal dari kata al-isyalah dan ar-raf’u (menghilangkan/mengangkat).” (yang bermakna ketidakberuntungan menurut mereka)” (Syarh Shahih Muslim 9/209).

Larangan “merasa sial” (thiyarah)

Anggapan “merasa sial” atau “Thiyarah” adalah keyakinan yang kurang baik bahkan bisa mengantarkan kepada kesyirikan. Begitu juga praktek masyarakat kita yang kurang tepat yaitu yakin adanya hari sial, bulan sial bahkan keadaan-keadaan yang dianggap sial. Misalnya kejatuhan cicak, suara burung hantu malam hari dan lain-lainnya.

Keyakinan seperti ini bertentangan dengan ajaran Islam, karena untung dan rugi adalah takdir Allah dengan hikmah.

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassalam menjelaskan bahwa anggapan sial pada sesuatu itu termasuk kesyirikan. Beliau Shalallahu ‘alaihi Wassalam bersabda,

الطِّيَرَةُ شِرْكٌ، وَمَا مِنَّا إِلَّا، وَلَكِنَّ اللهَ يُذْهِبُهُ بِالتَّوَكُّلِ

Thiyarah (anggapan sial terhadap sesuatu) adalah kesyirikan. Dan tidak ada seorang pun di antara kita melainkan (pernah melakukannya), hanya saja Allah akan menghilangkannya dengan sikap tawakkal” (HR. Ahmad, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Silsilah Ash-Shahihah no. 429).

Beliau juga bersabda,

لَا عَدْوَى وَلَا طِيَرَةَ، وَيُعْجِبُنِي الْفَأْلُ الصَّالِحُ: الْكَلِمَةُ الْحَسَنَةُ 

Tidak ada (sesuatu) yang menular (dengan sendirinya) dan tidak ada “Thiyarah”/ sesuatu yang sial (yaitu secara dzatnya), dan aku kagum dengan al-fa’lu ash-shalih, yaitu kalimat (harapan) yang baik” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Demikian, semoga bermanfaat.

@gedung Radiopoetro, FK UGM, Yogyakarta tercinta

Penyusun: dr. Raehanul Bahraen
Artikel Muslimah.or.id



Sumber :https://muslimah.or.id

Plecing Kangkung

Siapa yang ga tau Kangkung?
Sayuran yang satu ini favorite orang Indonesia. Budidayanya pun mudah, dan harga nya ekonomis,,,
 
 
Salah satu menu yang enak untuk di coba yaitu plecing kangkung...


Plecing Kangkung, merupakan masakan yang berasal dari daerah Lombok,NTB. Pada dasarnya adalah sambal -yang terdiri dari cabe, bawang merah, bawang putih, tomat, dan terasi- yang dipadukan dengan kangkung rebus. Citarasa yang khas dari sambal plecing ini adalah rasa pedasnya yang menyengat serta rasa asam yang segar. Untuk rasa asam pada sambal, sebagian besar resep menggunakan jeruk nipis, tetapi ada juga yang menggunakan asam jawa. Saya sendiri lebih senang menggunakan jeruk nipis, karena sensari rasa dan aroma segarnya.


Untuk membuat plecing kangkung ini, bahan-bahan yang diperlukan sangatlah sederhana. Berikut resep yang saya gunakan untuk membuat plecing kangkung.
 

Plecing Kangkung

 

1 ikat kangkung segar, rebus sebentar di dalam air garam

3 siung bawang putih
2 siung bawang merah
1 buah tomat
8 cabe merah
10 cabe rawit
1 sdt garam
1/2 sdt gula
> haluskan seluruh bumbu di atas

1 sdt terasi
1 buah jeruk nipis, iris
1 sdm minyak goreng
sedikit air

>> panaskan wajan dengan api sedang
>> masukkan bumbu yang sudah dihaluskan
>> tambahkan minyak, terasi, terakhir air. aduk, tunggu hingga air berkurang. matikan api, angkat
 

 
PENYELESAIAN
Sajikan sambal di atas kangkung yang sudah direbus, beri perasan air jeruk nipis. siap dinikmati dengan sepiring nasi hangat.
 
Simple khan???
hayukk di coba.. hmm pasti habis dalam sekejap.... :)
 

Resep Flan ( Puding Karamel)

Assalamualaykum

Hari juma'at yang barokah diselimuti awan yang mendung, rintik-rintik romantis (alias ga ujan deres).
Alhamdulillah dapet info mengenai puding (suka sekalee), sumber dari TV LCD yang ada di kereta commuter line. Nah, ni dia kita langsung eksekusi yuks (ga sabar)...



Flan ini sendiri punya benerapa nama, seperti creme caramel, atau caramel custard, yaahh untuk bahasa indonesianya boleh ya kalau kita panggil dengan puding karamel. Pada dasarnya flan merupakan puding lembut yang bagian atasnya memiliki lapisan karamel yang lembut, berlawanan dengan creme brulee yang bagian atasnya ditutupi karamel yang bertekstur keras. Mirip seperti creme brulee, flan juga terbuat dari bahan yang didominasi oleh telur. Sejarahnya, flan ini tercipta memang karena orang Romawi Kuno memiliki kelebihan telur ayam :)  Orang-orang Romawi ini berusaha menggabungkan surplus telur yang mereka miliki dengan keahlian memasak yang dimiliki oleh orang-orang Yunani, maka jadilah Flan.

Menurut cerita, Flan berasal dan populer hanya di Spanyol dan Perancis, namun seiring perkembangan waktu, Flan makin berkembang di berbagai negara. Masing-masing negara menambahkan ke khasan mereka sendiri pada flan. Ada yang menikmati Flan dengan dulche de leche seperti di Argentina dan Chile, ada yang menambahkan potongan kayu manis, seperti di Kuba, ada juga yang menambahkan almond, atau bahkan memberi rasa mint, lemon, dan jahe pada Flan. Yaah, pada akhirnya memang kembali pada citarasa si penikmat :).

Flan itu bertekstur super duper lembut, creamy, dan pastinya segar. Makan puding ini ga perlu pake usaha, tinggal masukin ke mulut, rasanya langsung pecah dan lumer di mulut.

Nah berikut resepnya..

Flan / Puding Karamel

Bahan :
500 ml susu cair
2 butir telur
25 gr gula pasir
50 gr gula pasir untuk karamel
cara membuat:
I. Membuat karamel
1. Panaskan wajan anti lengket dengan api kecil. Taburkan gula pasir secara merata di atasnya, masak hingga gula menjadi karamel. Tidak perlu diaduk, cukup goyangkan wajan untuk mengkaramelnya.
2. Setelah gula berubah menjadi karamel, tuang ke dalam wadah tahan panas atau cup alumunium. sisihkan, biarkan dingin dan mengeras.
II. Membuat puding
1. Campur telur dan gula pasir, kocok dengan whisk hingga tercampur. Sisihkan

2. Masak susu cair dengan api sedang hingga berbuih. Tuang sebagian susu ke dalam campuran telur, aduk rata. Tuang kembali ke dalam susu cair yang sedang dipanaskan. Aduk rata, matikan api. Biarkan agak dingin
3. Tuang campuran susu ke dalam cetakan, di atas karamel dengan cara disaring.

4. Letakkan di dalam loyang yang telah diberi air hangat ( panggang au bain marie) selamat kurang lebih 30-45 menit dengan api sedang (160'c)
5. Tes tusuk dengan pisau, jika sudah kering dan tidak lengket di pisau, keluarkan dari oven, biarkan dingin.
6. Setelah dingin, simpan di kulkas. Nikmat disajikan dingin.

Kamis, 21 Januari 2016

(soon) Barakallah fi umrik ya Zawjati

Istriku, Selamat Milad :)
Semoga Allah senantiasa melimpahkan kesehatan,
memberikan Ridho dan Rahmat-Nya, serta melindungimu dalam keselamatan dan keberkahan usia.
Barakallah fi umrik ya zawjati.
Uhibbuki mitsla maa antii. Uhibbuki kaifa maa kuntii.
#LoveYouLillah

احبك مثلما انتي
Uhibbuki mitsla maa anti
#Aku mencintaimu apapun dirimu

احبك كيفما كنتي
Uhibbuki kaifa maa Kunti
#Aku mencintaimu bagaimanapun keadaanmu

ومهما كان مهما صار
Wa mahmaa kaana mahmaa shooro
#Apapun yang terjadi dan kapanpun

انتي حبيبتى انتي
Antii habiibatii anti
#Engkaulah cintaku

زوجتي
Zawjatii
#Duhai istriku

انتي حبيبتى انتي
Antii habiibatii anti
#Engkaulah kekasihku

حلالي انت لا اخشى عزولا همه مقتي
لقد اذن الزمان لنا بوصل غير منبتي
Halaalii anti laa akhsyaa ‘azuulan himmuhuu maqti
Laqod adzinaz zamaanu lanaa biwushlin ghoiri munbatti
#Engkau istriku yang halal, aku tidak peduli celaan orang.
Kita satu tujuan untuk selamanya.

سقيت الحب في قلبي بحسن الفعل والسمت
يغيب السعد إن غبت ويصفو العيش إن جئت
Saqoitil hubba fii qolbii bihusnil fi’li wassamti
yaghiibus sa’du in ghibti wa yashful ‘aisyu in ji’ti
#Engkau sirami cinta dalam hatiku dengan indahnya perangaimu.
#Kebahagiaanku lenyap ketika kamu menghilang lenyap ,
#Hidupku menjadikan terang ketika kamu disana.

نهاري كادح حتى إذا ما عدت للبيت
لقيتك فانجلى عني ضناى اذا ما تبسمت
Nahaarii kaadihun hattaa idzaa maa ‘udtu lilbaiti
Laqiituki fanjalaa ‘annii dhonaaya idzaa maa tabassamti
#Hari-hariku berat sampai aku kembali ke rumah menjumpaimu.
#Maka lenyaplah keletihan ketika kamu senyum.

تضيق بى الحياة اذا بها يوما تبرمتي
فأسعى جاهدا حتى احقق ما تمنيتي
Tadhiiqu biyal hayaatu idzaa bihaa yauman tabarromti
Fa as’aa jaahidan hattaa uhaqqiqo maa tamannaiti
#Jika suatu saat hidupmu menjadi sedih, maka aku akan berusaha keras
#Sampai benar-benar mendapatkan apa yang engkau inginkan

هنائى انت فلتهنئى بدفء الحب ما عشتي
فروحانا قد ائتلفا كمثل الارض والنبت
Hanaa’ii anti faltahna’ii bidifil hubbi maa ‘isyti
Faruuhanaa qodi’talafaa kamitslil ardhi wannabti
#Engkau kebahagiaanku . tanamkanlah kebahagiaan selamanya
#Jiwa-jiwa kita telah bersatu bagaikan tanah tumbuhan.

فيا أملي ويا سكني
ويا انسي وملهمتي
يطيب العيش مهما ضاقت الايام ان طبتي
Fayaa amalii wa yaa sakanii wayaa unsii wa mulhimati
Yathiibul ‘aisyu mahmaa dhooqotil ayyamu in thibti
#Duhai harapanku, duhai ketenanganku, duhai kedamaianku, duhai ilhamku.
#indahnya hidup ini walaupun hari-hariku berat asalkan engkau bahagia.


Rabu, 20 Januari 2016

Faedah Luar Biasa dari Nama Allah Al Hayyu Al Qayyum


Ternyata ada faedah luar biasa dari nama Allah Al-Hayyu Al-Qayyum. Apa itu?

Sebagian ulama memasukkan nama Al-Hayyu Al-Qayyum dalam nama Allah yang agung (ism Allah al-a’zham) seperti yang dipilih oleh Ibnul Qayyim dalam Zaad Al-Ma’ad (4: 187). Dasarnya adalah hadits berikut.

عَنْ أَنَسٍ أَنَّهُ كَانَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- جَالِسًا وَرَجُلٌ يُصَلِّى ثُمَّ دَعَا اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ بِأَنَّ لَكَ الْحَمْدَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ الْمَنَّانُ بَدِيعُ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ يَا حَىُّ يَا قَيُّومُ.
فَقَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- « لَقَدْ دَعَا اللَّهَ بِاسْمِهِ الْعَظِيمِ الَّذِى إِذَا دُعِىَ بِهِ أَجَابَ وَإِذَا سُئِلَ بِهِ أَعْطَى »

Dari Anas, ia pernah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dalam keadaan duduk lantas ada seseorang yang shalat, kemudian ia berdo’a, “Allahumma inni as-aluka bi-anna lakal hamda, laa ilaha illa anta al-mannaan badii’us samaawaati wal ardh, yaa dzal jalali wal ikram, yaa hayyu yaa qayyum [artinya: Ya Allah, aku meminta pada-Mu karena segala puji hanya untuk-Mu, tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Engkau, Yang Banyak Memberi Karunia, Yang Menciptakan langit dan bumi, Wahai Allah yang Maha Mulia dan Penuh Kemuliaan, Ya Hayyu Ya Qayyum –Yang Maha Hidup dan Tidak Bergantung pada Makhluk-Nya-].”

Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh ia telah berdo’a pada Allah dengan nama yang agung di mana siapa yang berdo’a dengan nama tersebut, maka akan diijabahi. Dan jika diminta dengan nama tersebut, maka Allah akan beri.” (HR. Abu Daud no. 1495 dan An-Nasa’i no. 1301. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).

Ibnul Qayyim dalam Zaad Al Ma’ad (4: 187) berkata, “Do’a ‘yaa hayyu yaa qayyum, bi rahmatika astaghits …’ punya kandungan yang luar biasa.

Sifat hayyu (kehidupan) mengandung makna bahwa Allah memiliki sifat sempurna dan mengonsekuensikan sifat sempurna tersebut. Sedangkan sifat qayyum mengandung makna seluruh sifat fi’liyah (sifat yang menunjukkan perbuatan Allah).

Oleh karena itu, nama Al-Hayyu Al-Qayyum termasuk dalam nama Allah yang agung (ism Allah Al A’zham) di mana jika seseorang berdo’a dengannya, akan dikabulkan. Jika meminta dengannya, akan diberi.

Kalau disebut Allah memiliki sifat hayat (kehidupan) yang sempurna, maka tentu Allah terlepas dari berbagai cacat (penyakit). Karenanya, penduduk surga mengalami kehidupan yang sempurna yang tidak lagi merasa cemas, susah, sedih, dan kesengsaraan lainnya.

Kalau sifat hayat (kehidupan) tak sempurna, berarti berpengaruh pada perbuatan yang tidak sempurna. Sehingga sifat qayyum pula jadi tidak sempurna. Sifat qayyum yang sempurna (ketidakbergantungan pada makhluk) pasti berasal dari sifat hayat (kehidupan) yang sempurna. Sifat hayyu (kehidupan) yang sempurna menunjukkan adanya sifat lain yang sempurna. Sedangkan sifat qayyum yang sempurna menunjukkan sifat perbuatan yang sempurna.

Karenanya seseorang yang bertawassul dengan sifat hayyu dan qayyum punya pengaruh besar, di mana ia akan dihilangkan dari sifat yang bertentangan dengan sifat kehidupan (seperti dijauhkan dari penyakit, pen.) dan dapat dihilangkan dari sifat jelek lainnya.”

Amalkan doa di atas dan manfaatkan nama Allah Al-Hayyu Al-Qayyum ketika kita memanjatkan do’a.

Moga Allah mengabulkan setiap do’a kita. Aamiin, Ya Mujibas Sa-ilin.

Faedah dari Allah Tidak Tidur dan Tidak Ngantuk

Apa faedah dari Allah tidak tidur dan tidak ngantuk?

Dalam ayat kursi seperti kita tahu terdapat penggalan ayat berikut,

لَا تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلَا نَوْمٌ

Allah tidak mengantuk dan tidak tidur.” (QS. Al-Baqarah: 255)

Seperti yang kita tahu makna al-hayyu al-qayyum adalah Allah itu memiliki sifat hidup yang sempurna dan Allah tidak bergantung pada makhluk-Nya. Kata Syaikh As-Sa’di, di antara bentuk kesempurnaan dari sifat Allah al-hayyu al-qayyum, Allah itu tidak mengantuk dan tidak tidur. (Lihat Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hlm. 102)

Syaikh Abu Bakr Al-Jazairi berkata bahwa kantuk dan tidur adalah sifat kekurangan. Sedangkan Allah Ta’ala memiliki sifat yang sempurna secara mutlak. Kalimat yang menyatakan Allah tidak ngantuk dan tidak tidur ada kaitan dengan kalimat sebelumnya dalam ayat. Yaitu siapa yang mengantuk dan tidur tentu tidak memiliki sifat qayumiyyah terhadap makhluknya. Artinya, kalau Allah itu mengantuk dan tertidur tentu sulit untuk menjaga, memberi rezeki dan mengatur berbagai makhluk yang ada. (Lihat Aysar At-Tafasir, hlm. 117-118)

Sifat tidur tadi tentu lebih parah daripada kantuk.

Semoga Allah memberi taufik untuk bisa terus merenungkan nama dan sifat Allah.

Selalu Cantik di Hadapan Suami, Bisakah?




Tidak ragu lagi bahwa berpenampilan cantik di hadapan suami adalah suatu kebaikan. Ini bukan hanya pada malam pertama pernikahan saja, namun setiap saat.

Wanita saat ini bertingkah sebaliknya. Apalagi jika sudah menikah lama. Saat di hadapan suami berpenampilan pas-pasan, berbau kecut, enggan berdandan, berbau keringat, bahkan berbau asap yang tak sedap untuk didekati. Penampilan sebaliknya ketika keluar rumah, saat belanja atau menghadiri kondangan, cantiknya bagaikan bidadari surga dengan make-up yang tebal dan pakaian yang anggun menawan.

Padahal suami lebih berhak mendapatkan kecantikan tersebut. Orang lain tidak memberikan mahar pernikahan apa-apa pada istri. Tapi kok para istri lebih suka kecantikannya dipamerkan untuk pria lain di jalanan daripada suaminya sendiri? Ada apa ini?

Wanita terbaik adalah wanita yang selalu menampakkan kecantikan pada suaminya. Kecantikan itulah yang membuat suami senang dan tentram.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,

قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ النِّسَاءِ خَيْرٌ قَالَ الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ وَلَا تُخَالِفُهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهَا بِمَا يَكْرَهُ

Pernah ditanyakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Siapakah wanita yang paling baik?” Jawab beliau, “Yaitu yang paling menyenangkan jika dilihat suaminya, mentaati suami jika diperintah, dan tidak menyelisihi suami pada diri dan hartanya sehingga membuat suami benci” (HR. An-Nasai no. 3231 dan Ahmad 2: 251. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih)

As Sindiy mengatakan mengenai hadits di atas, yaitu wanita tersebut berpenampilan menawan secara lahir dan berakhlak baik secara batin.

Ibnu Qudamah berkata dalam Al Mughni, “Disebut kecantikan di sini karena cantik itulah yang lebih menentramkan jiwa dan lebih menundukkan pandangan suami (tidak melirik pada wanita lain), itu pun akan menyempurnakan rasa cinta suami istri. Oleh karena itu dituntut adanya nazhor (memandangi calon pasangan) sebelum nikah.”

Setelah membaca tulisan ini, moga para istri bisa berpenampilan menawan, ayu dan cantik di hadapan suaminya saja, di rumahnya. Kami sebagai suami tidak rela jika kecantikan istri tersayang malah ditujukan pada pria lainnya. Sungguh kami tidak ridho …

Wallahu waliyyut taufiq.

sumber: https://rumaysho.com
Disusun di malam Jumat penuh berkah di Pesantren DS, 24 Dzulqo’dah 1435 H
Akhukum fillah: Muhammad Abduh Tuasikal

Diam itu Emas (2)










--Diam Juga Boleh Mengundang Fasad--






Diam Itu Emas (1)



Risalah sederhana berikut berisi penjelasan mengenai bahaya lisan. Sehingga berhati-hatilah dengan lisan, jangan sampai digunakan untuk mencemooh, mengejek orang lain, apalagi ditujukan pada seorang muslim yang ingin menjalankan ajaran Islam. Jadi satu kondisi, diam itu emas jika diamnya adalah dari membicarakan orang lain, atau diamnya dari berbicara yang sia-sia atau berbau maksiat. 

Perhatikanlah, sesungguhnya karena lisan seseorang bisa terjerumus dalam jurang kebinasaan. Lihatlah hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut ketika berbicara dengan Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu,

أَلاَ أُخْبِرُكَ بِمَلاَكِ ذَلِكَ كُلِّهِ. قُلْتُ بَلَى يَا نَبِىَّ اللَّهِ قَالَ فَأَخَذَ بِلِسَانِهِ قَالَ  كُفَّ عَلَيْكَ هَذَا. فَقُلْتُ يَا نَبِىَّ اللَّهِ وَإِنَّا لَمُؤَاخَذُونَ بِمَا نَتَكَلَّمُ بِهِ فَقَالَ  ثَكِلَتْكَ أُمُّكَ يَا مُعَاذُ وَهَلْ يَكُبُّ النَّاسَ فِى النَّارِ 
عَلَى وُجُوهِهِمْ أَوْ عَلَى مَنَاخِرِهِمْ إِلاَّ حَصَائِدُ أَلْسِنَتِهِمْ.

“Maukah kuberitahukan kepadamu tentang kunci semua perkara itu?” Jawabku: “Iya, wahai Rasulullah.” Maka beliau memegang lidahnya dan bersabda, “Jagalah ini”. Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah kami dituntut (disiksa) karena apa yang kami katakan?” Maka beliau bersabda, “Celaka engkau. Adakah yang menjadikan orang menyungkurkan mukanya (atau ada yang meriwayatkan batang hidungnya) di dalam neraka selain ucapan lisan mereka?” (HR. Tirmidzi no. 2616. Tirmidzi mengatakan hadits ini hasan shohih)

Hendaklah seseorang berpikir dulu sebelum berbicara. Siapa tahu karena lisannya, dia akan dilempar ke neraka. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الرَّجُلَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ لاَ يَرَى بِهَا بَأْسًا يَهْوِى بِهَا سَبْعِينَ خَرِيفًا فِى النَّارِ

Sesungguhnya seseorang berbicara dengan suatu kalimat yang dia anggap itu tidaklah mengapa, padahal dia akan dilemparkan di neraka sejauh 70 tahun perjalanan karenanya.” (HR. Tirmidzi no. 2314. At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan ghorib)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ اللَّهِ لاَ يُلْقِى لَهَا بَالاً ، يَرْفَعُ اللَّهُ بِهَا دَرَجَاتٍ، وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللَّهِ لاَ يُلْقِى لَهَا بَالاً يَهْوِى بِهَا فِى جَهَنَّمَ

Sesungguhnya ada seorang hamba berbicara dengan suatu perkataan yang tidak dia pikirkan lalu Allah mengangkat derajatnya disebabkan perkataannya itu. Dan ada juga seorang hamba yang berbicara dengan suatu perkataan yang membuat Allah murka dan tidak pernah dipikirkan bahayanya lalu dia dilemparkan ke dalam jahannam.” (HR. Bukhari no. 6478)

إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مَا يَتَبَيَّنُ مَا فِيهَا يَهْوِى بِهَا فِى النَّارِ أَبْعَدَ مَا بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ

Sesungguhnya ada seorang hamba yang berbicara dengan suatu perkataan yang tidak dipikirkan bahayanya terlebih dahulu, sehingga membuatnya dilempar ke neraka dengan jarak yang lebih jauh dari pada jarak antara timur dan barat.” (HR. Muslim no. 2988)

Imam Nawawi rahimahullah dalam Syarh Muslim (18/117) tatkala menjelaskan hadits ini mengatakan, “Ini semua merupakan dalil yang mendorong setiap orang agar selalu menjaga lisannya sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا، أَوْ لِيَصْمُتْ

“Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka berkatalah yang baik dan jika tidak maka diamlah.” (HR. Bukhari no. 6018 dan Muslim no. 47). Oleh karena itu, selayaknya setiap orang yang berbicara dengan suatu perkataan atau kalimat, merenungkan apa yang akan ia ucap. Jika memang ada manfaatnya, barulah ia berbicara. Jika tidak, hendaklah dia menahan lisannya.”

Dalam Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Tidak ada perkataan yang bersifat pertengahan antara bicara dan diam. Yang ada, suatu ucapan boleh jadi adalah kebaikan sehingga kita pun diperintahkan untuk mengatakannya. Boleh jadi suatu ucapan mengandung kejelekan sehingga kita diperintahkan untuk diam.”

Ibnu Mas’ud pernah berkata, “Demi Allah yang tidak ada sesembahan yang benar selain Dia. Tidak ada di muka bumi yang lebih berhak untuk dipenjara dalam waktu yang lama daripada lisan.” (Dinukil dari Jami’ul ‘Ulum wal Hikam)

Ibnul Mubarok ditanya mengenai nasehat Luqman pada anaknya, lantas beliau berkata, “Jika berkata (dalam kebaikan) adalah perak, maka diam (dari berkata yang mengandung maksiat) adalah emas.” (Dinukil dari Jami’ul ‘Ulum wal Hikam)

Diam itu lebih baik daripada berbicara sia-sia bahkan mencela atau mencemooh yang mengandung maksiat.
Itulah manusia, ia menganggap perkataannya tidak berdampak apa-apa, namun di sisi Allah bisa jadi perkara besar. Allah Ta’ala berfirman,

وَتَحْسَبُونَهُ هَيِّنًا وَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمٌ

Kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal dia pada sisi Allah adalah besar.” (QS. An Nur: 15). Dalam Tafsir Al Jalalain dikatakan bahwa orang-orang biasa menganggap perkara ini ringan. Namun, di sisi Allah perkara ini dosanya amatlah besar.

Selasa, 19 Januari 2016

Kisah Sahabat Nabi: Abdurrahman bin Auf, "Manusia Bertangan Emas"


Abdurrahman bin Auf termasuk kelompok delapan orang yang mula-mula masuk Islam. Ia juga tergolong sepuluh sahabat yang diberi kabar gembira oleh Rasulullah masuk surga dan termasuk enam orang sahabat yang bermusyawarah dalam pemilihan khalifah setelah Umar bin Al-Khathab. Di samping itu, ia adalah seorang mufti yang dipercayai Rasulullah berfatwa di Madinah selama beliau masih hidup.

Pada masa Jahiliyah, ia dikenal dengan nama Abd Amr. Setelah masuk Islam, Rasulullah memanggilnya Abdurrahman bin Auf. Ia memeluk Islam sebelum Rasulullah menjadikan rumah Al-Arqam sebagai pusat dakwah. Ia mendapatkan hidayah dari Allah dua hari setelah Abu Bakar Ash-Shiddiq memeluk Islam.

Seperti kaum Muslimin yang pertama-tama masuk Islam lainnya, Abdurrahman bin Auf tidak luput dari penyiksaan dan tekanan dari kaum kafir Quraisy. Namun ia tetap sabar dan tabah. Abdurrahman turut hijrah ke Habasyah bersama kawan-kawan seiman untuk menyelamatkan diri dan agama dari tekanan Quraiys.

Tatkala Rasulullah SAW dan para sahabat diizinkan Allah hijrah ke Madinah, Abdurrahman menjadi pelopor kaum Muslimin. Di kota yang dulu bernama Yatsrib ini, Rasulullah mempersaudarakan orang-orang Muhajirin dan Anshar. Abdurrahman bin Auf dipersaudarakan dengan Sa'ad bin Rabi Al-Anshari.

Sa'ad termasuk orang kaya diantara penduduk Madinah, ia berniat membantu saudaranya dengan sepenuh hati, namun Abdurrahman menolak. Ia hanya berkata, "Tunjukkanlah padaku di mana letak pasar di kota ini!"

Sa'ad kemudian menunjukkan padanya di mana letak pasar. Maka mulailah Abdurrahman berniaga di sana. Belum lama menjalankan bisnisnya, ia berhasil mengumpulkan uang yang cukup untuk mahar nikah. Ia pun mendatangi Rasulullah seraya berkata, "Saya ingin menikah, ya Rasulullah," katanya.

"Apa mahar yang akan kau berikan pada istrimu?" tanya Rasul SAW.

"Emas seberat biji kurma," jawabnya.

Rasulullah bersabda, "Laksanakanlah walimah (kenduri), walau hanya dengan menyembelih seekor kambing. Semoga Allah memberkati pernikahanmu dan hartamu."

Sejak itulah kehidupan Abdurrahman menjadi makmur. Seandainya ia mendapatkan sebongkah batu, maka di bawahnya terdapat emas dan perak. Begitu besar berkah yang diberikan Allah kepadanya sampai ia dijuluki 'Sahabat Bertangan Emas'.

Pada saat Perang Badar meletus, Abdurrahman bin Auf turut berjihad fi sabilillah. Dalam perang itu ia berhasil menewaskan musuh-musuh Allah, di antaranya Umar bin Utsman bin Ka'ab At-Taimy. Begitu juga dalam Perang Uhud, dia tetap bertahan di samping Rasulullah ketika tentara Muslimin banyak yang meninggalkan medan perang.

Abdurrahman bin Auf adalah sahabat yang dikenal paling kaya dan dermawan. Ia tak segan-segan mengeluarkan hartanya untuk jihad di jalan Allah. Pada waktu Perang Tabuk, Rasulullah memerintahkan kaum Muslimin untuk mengorbankan harta benda mereka. Dengan patuh Abdurrahman bin Auf memenuhi seruan Nabi SAW. Ia memelopori dengan menyerahkan dua ratus uqiyah
emas.

Mengetahui hal tersebut, Umar bin Al-Khathab berbisik kepada Rasulullah, "Sepertinya Abdurrahman berdosa karena tidak meninggalkan uang belanja sedikit pun untuk keluarganya."

Rasulullah bertanya kepada Abdurrahman, "Apakah kau meninggalkan uang belanja untuk istrimu?"

"Ya," jawabnya. "Mereka kutinggalkan lebih banyak dan lebih baik daripada yang kusumbangkan."

"Berapa?" tanya Rasulullah.

"Sebanyak rezeki, kebaikan, dan pahala yang dijanjikan Allah."

Pasukan Muslimin berangkat ke Tabuk. Dalam kesempatan inilah Allah memuliakan Abdurrahman dengan kemuliaan yang belum pernah diperoleh siapa pun. Ketika waktu shalat tiba, Rasulullah terlambat datang. Maka Abdurrahman bin Auf yang menjadi imam shalat berjamaah. Setelah hampir selesai rakaat pertama, Rasulullah tiba, lalu shalat di belakangnya dan mengikuti sebagai makmum. Sungguh tak ada yang lebih mulia dan utama daripada menjadi imam bagi pemimpin umat dan pemimpin para nabi, yaitu Muhammad SAW.

Setelah Rasulullah wafat, Abdurrahman bin Auf bertugas menjaga kesejahteraan dan keselamatan Ummahatul Mukminin (para istri Rasulullah). Dia bertanggung jawab memenuhi segala kebutuhan mereka dan mengadakan pengawalan bagi ibu-ibu mulia itu bila mereka bepergian.

Suatu ketika Abdurrahman bin Auf membeli sebidang tanah dan membagi-bagikannya kepada Bani Zuhrah, dan kepada Ummahatul Mukminin. Ketika jatah Aisyah ra disampaikan kepadanya, ia bertanya, "Siapa yang menghadiahkan tanah itu buatku?"

"Abdurrahman bin Auf," jawab si petugas.

Aisyah berkata, "Rasulullah pernah bersabda, 'Tidak ada orang yang kasihan kepada kalian sepeninggalku kecuali orang-orang yang sabar."

Begitulah, doa Rasulullah bagi Abdurrahman bin Auf terkabulkan. Allah senantiasa melimpahkan berkah-Nya, sehingga ia menjadi orang terkaya di antara para sahabat. Bisnisnya terus berkembang dan maju. Semakin banyak keuntungan yang ia peroleh semakin besar pula kedermawanannya. Hartanya dinafkahkan di jalan Allah, baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan. Walau termasuk konglomerat terbesar pada masanya, namun itu tidak memengaruhi jiwanya yang dipenuhi iman dan takwa.

Berbahagialah Abdurrahman bin Auf dengan limpahan karunia dan kebahagiaan yang diberikan Allah kepadanya. Ketika meninggal dunia, jenazahnya diiringi oleh para sahabat mulia seperti Sa'ad bin Abi Waqqash dan yang lain. Dalam kata sambutannya, Khalifah Ali bin Abi Thalib berkata, "Engkau telah mendapatkan kasih sayang Allah, dan engkau berhasil menundukkan kepalsuan dunia. Semoga Allah selalu merahmatimu." Amin.

Nasihat Emas Imam Asy Syafi'i




Beliau rahimahullah berkata dalam kitab Diwan Al-Imam Asy-Syafi’i,

Aku melihat pemilik ilmu hidupnya mulia walau ia dilahirkan dari orangtua terhina.
Ia terus menerus menerus terangkat hingga pada derajat tinggi dan mulia.
Umat manusia mengikutinya dalam setiap keadaan laksana pengembala kambing ke sana sini diikuti hewan piaraan.

Jikalau tanpa ilmu umat manusia tidak akan merasa bahagia dan tidak mengenal halal dan haram.
Diantara keutamaan ilmu kepada penuntutnya adalah semua umat manusia dijadikan sebagai pelayannya.

Wajib menjaga ilmu laksana orang menjaga harga diri dan kehormatannya.
Siapa yang mengemban ilmu kemudian ia titipkan kepada orang yang bukan ahlinya karena kebodohannya maka ia akan mendzoliminya.

Wahai saudaraku, ilmu tidak akan diraih kecuali dengan enam syarat dan akan aku ceritakan perinciannya dibawah ini:

Cerdik, perhatian tinggi, sungguh-sungguh, bekal, dengan bimbingan guru dan panjangnya masa.
Setiap ilmu selain Al-Qur’an melalaikan diri kecuali ilmu hadits dan fikih dalam beragama.
Ilmu adalah yang berdasarkan riwayat dan sanad maka selain itu hanya was-was setan.
Bersabarlah terhadap kerasnya sikap seorang guru.

Sesungguhnya gagalnya mempelajari ilmu karena memusuhinya.
Barangsiapa belum merasakan pahitnya belajar walau sebentar,
Ia akan merasakan hinanya kebodohan sepanjang hidupnya.
Dan barangsiapa ketinggalan belajar di masa mudanya,
Maka bertakbirlah untuknya empat kali karena kematiannya.
Demi Allah hakekat seorang pemuda adalah dengan ilmu dan takwa.
Bila keduanya tidak ada maka tidak ada anggapan baginya.

Ilmu adalah tanaman kebanggaan maka hendaklah Anda bangga dengannya. Dan berhati-hatilah bila kebanggaan itu terlewatkan darimu.

Ketahuilah ilmu tidak akan didapat oleh orang yang pikirannya tercurah pada makanan dan pakaian.

Pengagum ilmu akan selalu berusaha baik dalam keadaan telanjang dan berpakaian.
Jadikanlah bagi dirimu bagian yang cukup dan tinggalkan nikmatnya tidur
Mungkin suatu hari kamu hadir di suatu majelis menjadi tokoh besar di tempat majelsi itu.
***
Disadur dari kitab Kaifa Turabbi Waladan Shalihan (Terj. Begini Seharusnya Mendidik Anak), Al-Maghrbi bin As-Said Al-Maghribi, Darul Haq.

Jadikan Aku Yang Terakhir Bagimu






Bismillahirrahmanirrahim…

Wanita biasanya selalu diidentikkan dengan kelembutan, kesantunan, dan keindahan. Tapi, ketika ia merasa terkhianati maka ia akan cepat berubah menjadi orang yang mudah bersedih bahkan menjadi seorang pendiam dan tidak mau lagi percaya pada seseorang. Atau mungkin saja ia akan berubah menjadi seseorang yang mudah marah, mudah tersinggung dan penuh emosi.

Tidak semua memang, tapi juga tidak sedikit yang mengalaminya. Hasrat seorang wanita untuk menjadi yang terakhir bagi seorang laki-laki membuatnya terlihat sebagai seorang yang posesif, suka ngatur dan menjadi pencemburu berat. Namun, dibalik itu semua ternyata ada rasa KETAKUTAN yang kuat, bahwa ia akan dikhianati pasangannya. Bagaimana tidak, jika setiap hari seorang laki-laki di hadapakan dengan puluhan bahkan ratusan wanita -yang bukan mahram- yang dengan mudah menampakkan auratnya.

“katakanlah kepada orang laki-laki beriman, hendaklah mereka menahan pandangannya dan pelihara kemaluannya. Yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka dan sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang mereka perbuat.’ Dan katakanlah kepada wanita yang beriman, hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya.” (QS.An-Nuur [24]: 30-31).

Tidaklah mudah untuk menjaga pandangan, apalagi dihadapkan dengan berbagai pesona wanita yang tak mampu menjaga kehormatan dan kemuliaannya. Jadi wajar saja ketika seorang wanita yang sudah berstatus istri was-was terhadap suaminya yang notabene juga manusia biasa yang bisa khilaf kapan saja. Bukan karena ia tidak percaya atas kehendak AllahSubhanahu Wa Ta’ala yang dengan mudah menutup mata seseorang dari kemaksiatan, tapi justru karena ia terlalu yakin akan kehendak Allah maka ujian-ujian akan terus berdatangan, sehingga ia takut jika orang yang ia sayangi justru lari kepangkuan maksiat.

Berawal dari matalah makhluk bernama cinta dengan mudah menjalari darah seorang insan, maka wajar jika ada seorang laki-laki dengan keimanan yang tidak kuat, dengan mudahnya ia berpaling atas nama cinta. Bukan tidak mungkin jika seorang laki-laki  ataupun seorang wanita yang sudah berkeluarga terang-terangan berselingkuh dengan alasan sudah tidak cinta lagi dengan pasangannya ataupun sudah tidak ada kecocokan lagi. Coba pikirkan, benarkan kebahagian bisa didapat dengan jalan kemaksiatan? Hanya kebahagiaan sesaat yang menyesatkan membuat Sang Syetan tertawa terbahak-bahak.

Wajar akhirnya jika ada seorang wanita yang enggan ataupun takut pasangannya memberikan cintanya pada orang lain, karena keinginannya yang kuat untuk menjadi pelabuhan terakhir untuk pasangannya. Namun sayang, karena keinginannya yang kuat inilah sebagian wanita memilih bersikap posesif terhadap pasangannya. Bukankah sesuatu yang berlebihan juga tidak baik walaupun dengan alasan takut kehilangan, terlalu cinta, takut dikhianati.

Tidak ada yang salah jika kamu, aku, kita sebagai seorang wanita ingin menjadi pelabuhan terakhir bagi pasangan kita, hanya saja tetap ada batasan privasi atas sebuah hubungan. Jangan sampai karena ketakutan kita, keposesifan kita, berimbas pada kejenuhan, merasa terganggu, bahkan sakit hati membuat pasangan kita lari pada kemaksiatan. Tapi bukan berarti kita jadi membebaskan pasangan kita sebebas-bebasnya, kita wajib melapisi pasangan kita dengan kepercayaan namun tetap terjaga dengan komunikasi yang intensif, menggandengnya ketika kita melihat pasangan sudah beralih jalur yang tidak di ridhoi Allah, dan yang harus tercukupi adalah kasih sayang dan rasa syukur.
Cinta hadir untuk diberikan dengan lembut dan penuh kasih, bukan dengan penuh kekangan, walaupun aku selalu ingin menjadi yang terakhir bagimu.