Selasa, 26 Juli 2016

-- cinta dibawah payung yang suci --

"Disaatku bahagia dan berhasil melewati itu bersamanya..
tak lagi kuingat kenangan lalu...

tidaklah penting lagi masa lalu ku dan masa lalunya..
melainkan masa depan kami...
juga aku tidaklah takut akan betapa sulit jalan yang kami lewati..
asalkan tetap bersamanya...
 dalam payung cinta yang suci (pernikahan)...
semoga Allah selalu kumpulkan kami bersama, bersama dalam kasih sayang-Mu ya Robb..
aamiin..."

Jumat, 15 Juli 2016

Murotal dan Terjemahan Al Kahf

Jumuah Mubarak....!!

Silahkan di klik Audionya sambil mendengarkan terjemahannya, bisa juga disave dengan cara klik kanan pilih Save Audio-As



Sheikh Mishary Rashid Alafasy - Surah Al Kahf


Semoga Bermanfaat


Inilah Dampak Pemberian Vaksin Palsu


Merebaknya kasus vaksin palsu mebuat para orangtua menjadi panik dan cemas. Setidaknya empat rumah sakit dan dua apotik di Jakarta diyakini menggunakan vaksin palsu yang disebar sindikat pemalsu. Vaksin palsu juga ditemukan di Jawa Barat, Yogjakarta, Banten dan Sumatera Utara. 


Menteri kesehatan dan Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Aman Bhakti Pulungan, mengatakan bahwa vaksin palsu yang sempat beredar di masyarakat tidak berdampak serius terhadap penerimanya. Selama ini juga belum pernah dilaporkan adanya efek dan dampak buruk bagi penerima vaksin palsu.

Vaksin palsu juga diketahui juga dialmi oleh beberapa orangtua pasien berburu vaksin karena stok rumah sakit diberbagai daerah sudah sering kosong. Seperti diketahui persediaan vaksin impor seperti DpaT, Varicella, dan beberapa vaksin lain sudah kosong dalam beberapa bula. Bahkan vaksin varicella untuk cacar air sudah kosong dalam setahun. Karena persedian vaksin ini beberapa orang tua kepanikan dan berburi vaksin di tempat mana saja yang menyediakan vaksin. 

Bahkan ada beberapa orangtua hars sampai vaksin di Singapura karena menunggu vaksin tersebut tidak kunjung ada. Saat orangtua mencari vaksin di pasar gelap tersebut maka resiko untuk mendapat vaksin palsu akan lebih mudah.

Dampak Vaksin palsu



     Anak yang dianggap kebal terhadap penyakit yang dicegah dengan imunisasi tersebut. Karena vaksin palsu maka anak jadi tidak kebal dan bisa terkena infeksi tersebut. Misalnya bila anak sudah menerima vaksin DPaT HIB palsu anak tersebut masih bisa terkena infeksi Difteri, Tetanus, Polio atau Infeksi HiB.

      Pemalsu biasanya tidak higienis dalam pembuatannya. Bila itu terjadi maka beresiko terjadi infeksi. Infeksi yang terjadi biasanya dalam beberapa hari timbul infeksi lokal pada bekas suntikan muncul bengkak kemerahan dan keluar pus atau nanah. Gangguan bengkak ini tidak akan membaik tanpa pemberian antibiotika. Terdapat sebagian anak dengan riwayat kulit sensitif saat menerima vaksin juga mengalami pembengkakkan tetapi pembekkan tersebut berbeda bukan karena infeksi karena reaksi hioersesnitifitas vaksin. Pada kasus terakhir tersebut tanpa pemberian antibiotika dan obat obatan akan membaik sendiri. Sampai saat ini belum ada kasus infeksi pada pemberian antibiotika. Hal ini terjadi mungkin saja pembuat vaksin palsu masih memperhatikan sterilitas produksinya karena pembuat vaksin palsu adalah tenaga perwawat medis.

     Bila vaksin palsu bahannya antibiotika bisa menimbulkan reaksi alergi pada penderita tertentu. Biasanya gangguannya dalam waktu singkat dalam beberapa jam atau hari dengan reaksi  gatal-gatal seluruh tubuh, mata bengkak, bibir bengkan atau nafas sesak. tetapi kasus alergi antibiotika tersebut sangat jarang terjadi.

     Dampak buruk lainnya tergantung kandungan lainnya yang masih dalam penyelidikan BPOM dan Puslabfor Polri.

Ciri ciri Vaksin wajib (hepatitis, BCG dan campak) palsu, Pediacel dan Tripacel


      Vaksin Palsu kemasannya tidak sesempurna aslinya.
       Nomor batch dan expired date tidak jelas dan kabur.
    Vaksin Pediacel DPaT HiB palsu tampak tutup botol vial vaksin warna biru lebih pudar. Kotak kemasan  putih lebih buram atau lebih tidak cerah. Tulisan dalam kemasan lebih kabur. Pada leaflet atau brosur keterangan obat lambang vaksin lebih gelap dan tidak halus.
       Harganya yang tertulis di kemasan tidak sesuai dengan harga yang dikeluarkan distributor resmi. Perbedaan harga dari yang asli bisa mencapai 200 – 400 ribu rupiah.

Kapan harus curiga
 
      Bila penderita mendapatkan vaksin dari oknum rumah sakit tertentu tanpa pembayaran resmi di kasir rumah sakit atau membeli di apotek tertentu.
     Bila mendapatkan vaksin yang sangat murah dibandingkan harga pasaran
       Bila membeli vaksin membeli obat di toko obat atau apotek
     Bila dicurigai hal tersebut di atas sebaiknya bekonsultasi dengan dokter untuk dilakukan vaksin ulang

Pencegahan:

    Tidak mudah membedakan vaksin palsu bila tidak ada pembeda yang asli. Vaksin yang palsu bila tidak ada pembedanya yang asli sangat mirip dengan yang asli. Dokter, perawat apalagi orang awam sangat sulit membedakannya. Sehingga untuk membedakannya masyarakat tidak terlalu penting karena sangat sulit mengetahui ciri ciri vaksin palsu.
       Beli vaksin pada dokter dan rumah sakit yang terpercaya.
   Jangan melalui orang atau pihak yang mengaku bisa mendapatkan vaksin murah dan mudah.
      Jangan beli vaksin pada oknum perawat di rumah sakit bila transaksi jual belinya tidak melalui kasir rumah sakit resmi. Beberapa kasus vaksin palsu kedapatan membeli vaksin di perawat sebuah rumah sakit swasta yang terkenal ternyata palsu. Transaksi itu dilakukan secara perorangan tidak melalui kasir resmi Rumah sakit karena di duga penjualan tersebut binis perorangan dari perawat tersebut.
      Ternyata vaksin palsu tidak selalu berharga murah. Seorang pembeli vaksin palsu juga membeli dengan harga yang tidak jauh berbeda dengan vaksin asli





Kamis, 14 Juli 2016

Panti Asuhan Nur - Ufia

 
Selain memberikan infak setiap tahun kepada BAZNAS. PT Ufia Tirta Mulia juga memiliki Panti Asuhan Nur-Ufia yang berlokasi di Jl. Magelang KM. 16.5, Margorejo, Tempel, Sleman, Yogyakarta. Sampai saat ini Panti Asuhan Nur-Ufia memiliki 10-15 anak asuh. Mereka diasuh hingga lulus SMA dan setelah lulus akan digantikan dengan anak asuh yang baru dimulai dari selokah dasar.
 




 
sumber:http://www.ufia.co.id/events/read/20150111/9/Panti-Asuhan-Nur-Ufia

Selasa, 12 Juli 2016

Menunaikan Puasa Syawal Namun Masih Memiliki Utang Puasa Ramadhan


Soal:

Ada yang menunaikan puasa enam hari di bulan Syawwal namun belum menyempurnakan puasa Ramadhan karena masih memiliki utang puasa sebanyak sepuluh hari disebabkan ada udzur syar’i. Apakah dia mendapatkan ganjaran puasa syawwal setelah sebelumnya menunaikan puasa Ramadhan yaitu pahala puasa setahun penuh?

Berilah penjelasan pada kami, semoga Allah membalas dengan yang lebih baik.

Jawab:

Perlu diketahui bahwa penentuan balasan suatu amal menjadi kekhususan bagi Allah ‘azza wa jalla. Dan apabila seorang hamba berkeinginan untuk meraih pahala di sisi Allah dan berusaha untuk melakukan ketaatan, maka Allah tidaklah mungkin menyia-nyiakan amalannya. Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Sesungguhnya Aku tidaklah mungkin menyia-nyiakan orang yang berbuat amalan kebaikan.

Namun bagi orang yang masih memiliki utang puasa Ramadhan, maka hendaklah dia terlebih dahulu menunaikannya, kemudian baru setelah itu dia menunaikan puasa Syawwal. Karena jika tidak melakukan seperti ini, maka dia tidak akan mendapatkan pahala menunaikan puasa enam hari di bulan Syawwal setelah sebelumnya menunaikan puasa Ramadhan. Dia bisa mendapatkan ganjaran puasa Syawwal (yaitu puasa setahun penuh, pen) jika dia telah menunaikan puasa Ramadhan dengan sempurna.

Hanya Allah yang memberi taufik. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabatnya.

Al Lajnah Ad Da-imah lil Buhuts ‘Ilmiyyah wal Ifta’
Anggota: ‘Abdullah bin Qu’ud, ‘Abdullah bin Ghadyan
Wakil Ketua: ‘Abdur Rozaq Afifi
Ketua: ‘Abdul ‘Aziz bin Baz


Fatwa Al Lajnah Ad Da-imah lil Buhuts ‘Ilmiyyah wal Ifta’ (Komisi Tetap dalam Penelitian Ilmiah dan Fatwa, di Saudi Arabia), Fatwa no. 2264.
***
Perjalanan Jakarta-Jogja, 11 Syawwal 1430, sore hari
Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel https://rumaysho.com


Sumber: rumaysho.com

Lima Faedah Puasa Syawal



Alhamdulillah, kita saat ini telah berada di bulan Syawal. Kita juga sudah mengetahui ada amalan utama di bulan ini yaitu puasa enam hari di bulan Syawal. Apa saja faedah melaksanakan puasa tersebut? Itulah yang akan kami hadirkan ke tengah-tengah pembaca pada kesempatan kali ini. Semoga bermanfaat.

Faedah pertama: Puasa syawal akan menggenapkan ganjaran berpuasa setahun penuh

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia berpuasa seperti setahun penuh.”[1]

Para ulama mengatakan bahwa berpuasa seperti setahun penuh asalnya karena setiap kebaikan semisal dengan sepuluh kebaikan yang semisal. Bulan Ramadhan (puasa sebulan penuh, -pen) sama dengan (berpuasa) selama sepuluh bulan (30 x 10 = 300 hari = 10 bulan) dan puasa enam hari di bulan Syawal sama dengan (berpuasa) selama dua bulan (6 x 10 = 60 hari = 2 bulan).[2] 

 Jadi seolah-olah jika seseorang melaksanakan puasa Syawal dan sebelumnya berpuasa sebulan penuh di bulan Ramadhan, maka dia seperti melaksanakan puasa setahun penuh. Hal ini dikuatkan oleh sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

مَنْ صَامَ سِتَّةَ أَيَّامٍ بَعْدَ الْفِطْرِ كَانَ تَمَامَ السَّنَةِ (مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا) »

Barangsiapa berpuasa enam hari setelah Idul Fitri, maka dia seperti berpuasa setahun penuh. [Barangsiapa berbuat satu kebaikan, maka baginya sepuluh kebaikan semisal][3].”[4] Satu kebaikan dibalas dengan sepuluh kebaikan semisal dan inilah balasan kebaikan yang paling minimal.[5]

Inilah nikmat yang luar biasa yang Allah berikan pada umat Islam.
Cara melaksanakan puasa Syawal adalah:
  1. Puasanya dilakukan selama enam hari.
  2. Lebih utama dilaksanakan sehari setelah Idul Fithri, namun tidak mengapa jika diakhirkan asalkan masih di bulan Syawal.
  3. Lebih utama dilakukan secara berurutan namun tidak mengapa jika dilakukan tidak berurutan.
  4. Usahakan untuk menunaikan qodho’ puasa terlebih dahulu agar mendapatkan ganjaran puasa setahun penuh. Dan ingatlah puasa Syawal adalah puasa sunnah sedangkan qodho’ Ramadhan adalah wajib. Sudah semestinya ibadah wajib lebih didahulukan daripada yang sunnah.
Faedah kedua: Puasa syawal seperti halnya shalat sunnah rawatib yang dapat menutup kekurangan dan menyempurnakan ibadah wajib


Yang dimaksudkan di sini bahwa puasa syawal akan menyempurnakan kekurangan-kekurangan yang ada pada puasa wajib di bulan Ramadhan sebagaimana shalat sunnah rawatib yang menyempurnakan ibadah wajib. Amalan sunnah seperti puasa Syawal nantinya akan menyempurnakan puasa Ramadhan yang seringkali ada kekurangan di sana-sini. Inilah yang dialami setiap orang dalam puasa Ramadhan, pasti ada kekurangan yang mesti disempurnakan dengan amalan sunnah.[6]

Faedah ketiga: Melakukan puasa syawal merupakan tanda diterimanya amalan puasa Ramadhan
Jika Allah subhanahu wa ta’ala menerima amalan seorang hamba, maka Dia akan menunjuki pada amalan sholih selanjutnya. Jika Allah menerima amalan puasa Ramadhan, maka Dia akan tunjuki untuk melakukan amalan sholih lainnya, di antaranya puasa enam hari di bulan Syawal.[7] Hal ini diambil dari perkataan sebagian salaf,
مِنْ ثَوَابِ الحَسَنَةِ الحَسَنَةُ بَعْدَهَا، وَمِنْ جَزَاءِ السَّيِّئَةِ السَّيِّئَةُ بَعْدَهَا
Di antara balasan kebaikan adalah kebaikan selanjutnya dan di antara balasan kejelekan adalah kejelekan selanjutnya.[8]
Ibnu Rajab menjelaskan hal di atas dengan perkataan salaf lainnya, 

Balasan dari amalan kebaikan adalah amalan kebaikan selanjutnya. Barangsiapa melaksanakan kebaikan lalu dia melanjutkan dengan kebaikan lainnya, maka itu adalah tanda diterimanya amalan yang pertama. Begitu pula barangsiapa yang melaksanakan kebaikan lalu malah dilanjutkan dengan amalan kejelekan, maka ini adalah tanda tertolaknya atau tidak diterimanya amalan kebaikan yang telah dilakukan.[9]

Renungkanlah! Bagaimana lagi jika seseorang hanya rajin shalat di bulan Ramadhan (rajin shalat musiman), namun setelah Ramadhan shalat lima waktu begitu dilalaikan? Pantaskah amalan orang tersebut di bulan Ramadhan diterima?!

Al Lajnah Ad Da-imah Lil Buhuts ’Ilmiyyah wal Ifta’ (komisi fatwa Saudi Arabia) mengatakan, ”Adapun orang yang melakukan puasa Ramadhan dan mengerjakan shalat hanya di bulan Ramadhan saja, maka orang seperti ini berarti telah melecehkan agama Allah. (Sebagian salaf mengatakan), “Sejelek-jelek kaum adalah yang mengenal Allah (rajin ibadah, pen) hanya pada bulan Ramadhan saja.”

 Oleh karena itu, tidak sah puasa seseorang yang tidak melaksanakan shalat di luar bulan Ramadhan. Bahkan orang seperti ini (yang meninggalkan shalat) dinilai kafir dan telah melakukan kufur akbar, walaupun orang ini tidak menentang kewajiban shalat. Orang seperti ini tetap dianggap kafir menurut pendapat ulama yang paling kuat.”[10] Hanya Allah yang memberi taufik.

Faedah keempat: Melaksanakan puasa syawal adalah sebagai bentuk syukur pada Allah
Nikmat apakah yang disyukuri? Yaitu nikmat ampunan dosa yang begitu banyak di bulan Ramadhan. Bukankah kita telah ketahui bahwa melalui amalan puasa dan shalat malam selama sebulan penuh adalah sebab datangnya ampunan Allah, begitu pula dengan amalan menghidupkan malam lailatul qadr di akhir-akhir bulan Ramadhan?!

Ibnu Rajab mengatakan, ”Tidak ada nikmat yang lebih besar dari pengampunan dosa yang Allah anugerahkan.[11] Sampai-sampai Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam pun yang telah diampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan akan datang banyak melakukan shalat malam. Ini semua beliau lakukan dalam rangka bersyukur atas nikmat pengampunan dosa yang Allah berikan. Ketika Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ditanya oleh istri tercinta beliau yaitu ’Aisyah radhiyallahu ’anha mengenai shalat malam yang banyak beliau lakukan, beliau pun mengatakan,

أَفَلاَ أُحِبُّ أَنْ أَكُونَ عَبْدًا شَكُورًا

”Tidakkah aku senang menjadi hamba yang bersyukur?”[12]
Begitu pula di antara bentuk syukur karena banyaknya ampunan di bulan Ramadhan, di penghujung Ramadhan (di hari Idul fithri), kita dianjurkan untuk banyak berdzikir dengan mengangungkan Allah melalu bacaan takbir ”Allahu Akbar”. Ini juga di antara bentuk syukur sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,

وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu bertakwa pada Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al Baqarah: 185)

Begitu pula para salaf seringkali melakukan puasa di siang hari setelah di waktu malam mereka diberi taufik oleh Allah untuk melaksanakan shalat tahajud.


Ingatlah bahwa rasa syukur haruslah diwujudkan setiap saat dan bukan hanya sekali saja ketika mendapatkan nikmat. Namun setelah mendapatkan satu nikmat, kita butuh pada bentuk syukur yang selanjutnya. Ada ba’it sya’ir yang cukup bagus: ”Jika syukurku pada nikmat Allah adalah suatu nikmat, maka untuk nikmat tersebut diharuskan untuk bersyukur dengan nikmat yang semisalnya”.

Ibnu Rajab Al Hambali menjelaskan, ”Setiap nikmat Allah berupa nikmat agama maupun nikmat dunia pada seorang hamba, semua itu patutlah disyukuri. Kemudian taufik untuk bersyukur tersebut juga adalah suatu nikmat yang juga patut disyukuri dengan bentuk syukur yang kedua. Kemudian taufik dari bentuk syukur yang kedua adalah suatu nikmat yang juga patut disyukuri dengan syukur lainnya. Jadi, rasa syukur akan ada terus sehingga seorang hamba merasa tidak mampu untuk mensyukuri setiap nikmat. Ingatlah, syukur yang sebenarnya adalah apabila seseorang mengetahui bahwa dirinya tidak mampu untuk bersyukur (secara sempurna).”[13]

Faedah kelima: Melaksanakan puasa syawal menandakan bahwa ibadahnya kontinu dan bukan musiman saja[14]

Amalan yang seseorang lakukan di bulan Ramadhan tidaklah berhenti setelah Ramadhan itu berakhir. Amalan tersebut seharusnya berlangsung terus selama seorang hamba masih menarik nafas kehidupan.

Sebagian manusia begitu bergembira dengan berakhirnya bulan Ramadhan karena mereka merasa berat ketika berpuasa dan merasa bosan ketika menjalaninya. Siapa yang memiliki perasaan semacam ini, maka dia terlihat tidak akan bersegera melaksanakan puasa lagi setelah Ramadhan karena kepenatan yang ia alami. Jadi, apabila seseorang segera melaksanakan puasa setelah hari ’ied, maka itu merupakan tanda bahwa ia begitu semangat untuk melaksanakan puasa, tidak merasa berat dan tidak ada rasa benci.

Ada sebagian orang yang hanya rajin ibadah dan shalat malam di bulan Ramadhan saja, lantas dikatakan kepada mereka,

بئس القوم لا يعرفون لله حقا إلا في شهر رمضان إن الصالح الذي يتعبد و يجتهد السنة كلها
Sejelek-jelek orang adalah yang hanya rajin ibadah di bulan Ramadhan saja. Sesungguhnya orang yang sholih adalah orang yang rajin ibadah dan rajin shalat malam sepanjang tahun”. Ibadah bukan hanya di bulan Ramadhan, Rajab atau Sya’ban saja.

Asy Syibliy pernah ditanya, ”Bulan manakah yang lebih utama, Rajab ataukah Sya’ban?” Beliau pun menjawab, ”Jadilah Rabbaniyyin dan janganlah menjadi Sya’baniyyin.” Maksudnya adalah jadilah hamba Rabbaniy yang rajin ibadah di setiap bulan sepanjang tahun dan bukan hanya di bulan Sya’ban saja. Kami kami juga dapat mengatakan, ”Jadilah Rabbaniyyin dan janganlah menjadi Romadhoniyyin.” Maksudnya, beribadahlah secara kontinu (ajeg) sepanjang tahun dan jangan hanya di bulan Ramadhan saja. Semoga Allah memberi taufik.

’Alqomah pernah bertanya pada Ummul Mukminin ’Aisyah mengenai amalan Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam, ”Apakah beliau mengkhususkan hari-hari tertentu untuk beramal?” ’Aisyah menjawab,

لاَ. كَانَ عَمَلُهُ دِيمَةً
Beliau tidak mengkhususkan waktu tertentu untuk beramal. Amalan beliau adalah amalan yang kontinu (ajeg).[15]


Amalan seorang mukmin barulah berakhir ketika ajal menjemput. Al Hasan Al Bashri mengatakan, ”Sesungguhnya Allah Ta’ala tidaklah menjadikan ajal (waktu akhir) untuk amalan seorang mukmin selain kematian.” Lalu Al Hasan membaca firman Allah,

وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ

Dan sembahlah Rabbmu sampai datang kepadamu al yaqin (yakni ajal).” (QS. Al Hijr: 99).[16] Ibnu ’Abbas, Mujahid dan mayoritas ulama mengatakan bahwa ”al yaqin” adalah kematian. 

Dinamakan demikian karena kematian itu sesuatu yang diyakini pasti terjadi. Az Zujaaj mengatakan bahwa makna ayat ini adalah sembahlah Allah selamanya. Ahli tafsir lainnya mengatakan, makna ayat tersebut adalah perintah untuk beribadah kepada Allah selamanya, sepanjang hidup.[17]

Sebagai penutup, perhatikanlah perkataan Ibnu Rajab berikut, ”Barangsiapa melakukan dan menyelesaikan suatu ketaaatan, maka di antara tanda diterimanya amalan tersebut adalah dimudahkan untuk melakukan amalan ketaatan lainnya. Dan di antara tanda tertolaknya suatu amalan adalah melakukan kemaksiatan setelah melakukan amalan ketaatan. Jika seseorang melakukan ketaatan setelah sebelumnya melakukan kejelekan, maka kebaikan ini akan menghapuskan kejelekan tersebut. Yang sangat bagus adalah mengikutkan ketaatan setelah melakukan ketaatan sebelumnya. 

Sedangkan yang paling jelek adalah melakukan kejelekan setelah sebelumnya melakukan amalan ketaatan. Ingatlah bahwa satu dosa yang dilakukan setelah bertaubat lebih jelek dari 70 dosa yang dilakukan sebelum bertaubat. … Mintalah pada Allah agar diteguhkan dalam ketaatan hingga kematian menjemput. Dan mintalah perlindungan pada Allah dari hati yang terombang-ambing.”[18]

Semoga Allah senantiasa memberi taufik kepada kita untuk istiqomah dalam ketaatan hingga maut menjemput. Hanya Allah yang memberi taufik. Semoga Allah menerima amalan kita semua di bulan Ramadhan dan memudahkan kita untuk menyempurnakannya dengan melakukan puasa Syawal.
Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.

Diselesaikan di Batu Merah, kota Ambon, 4 Syawal 1430 H
***
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.muslim.or.id, dipublish ulang oleh www.rumaysho.com


[1] HR. Muslim no. 1164, dari Abu Ayyub Al Anshori
[2] Syarh Muslim, 4/186, Mawqi’ Al Islam, Asy Syamilah.
[3] QS. Al An’am ayat 160.
[4] HR. Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban, dari Tsauban –bekas budak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat Shahih At Targhib wa At Tarhib no. 1007.
[5] Lihat Fathul Qodir, Asy Syaukani,3/6, Mawqi’ At Tafaasir, Asy Syamilah dan Taisir Al Karimir Rahman, ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, hal. 282, Muassasah Ar Risalah, cetakan pertama, 1420 H.
[6] Lihat Latho-if Al Ma’arif, Ibnu Rajab Al Hambali, hal. 394, Daar Ibnu Katsir, cetakan kelima, 1420 H [Tahqiq: Yasin Muhammad As Sawaas]
[7] -idem-
[8] Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 8/417, Daar Thoyyibah, cetakan kedua, 1420 H [Tafsir Surat Al Lail]
[9] Latho-if Al Ma’arif, hal. 394.
[10] Fatawa Al Lajnah Ad Da-imah Lil Buhuts Ilmiyyah wal Ifta’, pertanyaan ke-3, Fatawa no. 102, 10/139-141
[11] Latho-if Al Ma’arif, hal. 394.
[12] HR. Bukhari no. 4837 dan Muslim no. 2820.
[13] Lihat Latho-if Al Ma’arif, hal. 394-395.
[14] Pembahasan berikut kami olah dari Latho-if Al Ma’arif, hal. 396-400
[15] HR. Bukhari no. 1987 dan Muslim no. 783
[16] Latho-if Al Ma’arif, hal. 398.
[17] Lihat Zaadul Masiir, Ibnul Jauzi, 4/79, Mawqi’ At Tafaasir, Asy Syamilah
[18] Latho-if Al Ma’arif, hal. 399.


Sumber:rumaysho.com

Jumat, 01 Juli 2016

Zakat Fitrah


Ukuran Zakat Fitrah per-Orang

Assalamu ‘alaikum. Saya ingin menanyakan berapa kilogram beras untuk kadar zakat fitrah per orangnya? Kalau dalam hitungan liter, berapa? Wassalamu ‘alaikum.

Bambang Aries Wahyudi (bambang**@yahoo.***)

Jawaban:

Wa’alaikumussalam.

Dari Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhu; beliau mengatakan,

فَرَضَ رَسُولُ اللهِ – صَلّى اللهُ عَلَيه وَسَلّم صَدَقَةَ الْفِطْرِ عَلَى الذَّكَرِ وَالأُنْثَى ، وَالْحُرِّ وَالْمَمْلُوكِ ، صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitri, untuk lelaki dan wanita, orang merdeka maupun budak, berupa satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum.” (HR. Bukhari 1511 dan Muslim 2327)

Dalam hadis lain, dari Abu Said Al Khudzri radliallahu ‘anhu,

كُنَّا نُخْرِجُ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ طَعَامٍ ، أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ ، أَوْ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ ، أَوْ صَاعًا مِنْ أَقِطٍ ، أَوْ صَاعًا مِنْ زَبِيبٍ

“Dulu kami menunaikan zakat fitri dengan satu sha’ bahan makanan, atau satu sha’ gandum, atau satu sha’ kurma, atau satu sha’ keju atau stu sha’ anggur.” (HR. Bukhari 1506 & Muslim 2330)

Dalam hadis ini, disebutkan secara tegas bahwa kadar zakat fitri adalah satu sha’ bahan makanan.

Apa itu sha’?

Sha’ adalah ukuran takaran bukan timbangan. Ukuran takaran “sha’” yang berlaku di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sha’ masyarakat Madinah. Yang itu setara dengan 4 mud.

Satu mud adalah ukuran satu cakupan penuh dua telapak tangan normal yang digabungkan. Dengan demikian, satu sha’ adalah empat kali cakupan penuh dua telapak tangan normal yang digabungkan.

Mengingat sha’ adalah ukuran takaran, umumnya ukuran ini sulit untuk disetarakan (dikonversi) ke dalam ukuran berat karena nilai berat satu sha’ itu berbeda-beda tergantung berat jenis benda yang ditakar. Satu sha’ tepung memiliki berat yang tidak sama dengan berat satu sha’ beras. Oleh karena itu, yang ideal, ukuran zakat fitri itu berdasarkan takaran bukan berdasarkan timbangan.

Hanya saja, alhamdulillah, melalui kajian para ulama, Allah memudahkan kita untuk menemukan titik terang masalah ukuran ini. Para ulama (Lajnah Daimah, no. fatwa: 12572) telah melakukan penelitian bahwa satu sha’ untuk beras dan gandum beratnya kurang lebih 3 kg.

Ringkasan kadar zakat:

1 sha’ = 4 mud
1 mud = cakupan penuh dua telapak tangan normal yang digabungkan
1 sha’ = 4 kali cakupan penuh dua telapak tangan normal yang digabungkan
1 sha’ beras kurang lebih setara dengan 3 kg beras.
1 sha’ gandum kurang lebih setara dengan 3 kg gandum.
InsyaaAllah, untuk zakat fitrah 3 kg sangat aman. Dan kami sarankan agar dikeluarkan 3 kg. Lebih baik dilebihkan dari pada kurang. Karena jika lebih, kelebihannya menjadi sedekah.

Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits


Sumber:  konsultasisyariah.com