Semut
adalah
binatang khusus yang bukan hanya namanya disebut di Al-Qur’an, tetapi juga
digunakan menjadi nama salah satu surat – yaitu Surat Semut (An Naml), surat ke
27. Sangat bisa jadi ada pelajaran besar yang Allah kehendaki agar kita belajar
dari bangsa semut ini – yang belum seluruhnya bisa kita pahami. Pelajaran dari
bangsa semut ini akan bertambah manakala kita bisa belajar dari dua sumber
utamanya sekaligus, yaitu yang pertama melalui ayat-ayat yang tertulis dalam
KitabNya. Yang kedua ya dengan mengamati kehidupan masyarakat semut itu
sendiri.
Semut adalah
makhluk sosial yang sangat disiplin dan tahu betul tugasnya. Semut-semut yang
banyak kita lihat umumnya adalah semut pekerja yang seluruhnya betina. Semut
jantan tidak berkeliaran karena tugasnya hanya satu yaitu mengawini ratu-nya.
Meskipun semut
pekerja tersebut adalah semut betina, mereka amat sangat perkasa. Seekor semut
betina rata-rata bisa mengangkat beban sampai 50 kali berat tubuhnya sendiri.
Jadi bayangkan bila istri Anda yang mungil dengan berat tubuh hanya 50 kg,
tetapi dia bisa mengangkat mobil ukuran sedang seberat 2.5 ton – maka itulah
kurang lebih perumpamaan kemampuan semut betina pekerja ini !.
Semut juga
merupakan makhluk yang taat komando dari pimpinannya dan mampu berkomunikasi
dengan sesamanya secara baik. Ketaatan pada pimpinan dan kemampuan komunikasi
ini diabadikan di Al-Qur’an : “Hingga apabila mereka sampai di lembah semut
berkatalah seekor semut: Hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu,
agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka tidak
menyadari" (QS 27 :18).
Kita memang tidak
dikarunia kemampuan seperti nabi Sulaiman Alaihi Salam yang bisa memahami
bahasa semut, tetapi kita tetap bisa belajar langsung dari bangsa semut ini.
Anda bisa mempraktekkannya sendiri dan caranya tidak terlalu sulit.
Ambillah makanan
yang manis dan taruh di tempat yang biasanya dikunjungi semut, insyaAllah tidak
terlalu lama semut-semut tersebut akan berdatangan. Awalnya satu, dua, tiga dan
seterusnya sampai terkumpul sejumlah semut yang cukup untuk mengangkat makanan tersebut.
Meskipun padat
karya, mereka nampaknya bisa mengukur berapa jumlah tenaga kerja yang
diperlukan untuk tugas membawa makanan ini. Tidak ada yang malas dan tidak ada
yang menganggur, semua bekerja dengan satu misi yang sama.
Setelah mereka
berhasil mengangkat makanan tersebut, mereka akan bergerak menuju sarangnya.
Tetapi nanti dahulu, kadang perjalanan menuju sarang tersebut tidak selalu
mulus. Perhatikan bagaimana semut-semut ini akan mengatasi halangan yang ada.
Bila halangan terlalu besar, dia akan mengitari halangan tersebut – dia mencari
jalan lain. Bila halangan tidak terlalu besar maka halangan akan ‘dilompati’
dengan cara mereka sendiri.
Sebelum mereka
memutuskan apakah akan mengitari atau melompati halangan yang ada, mereka
nampak berhenti dan mungkin berfikir, berdiskusi dengan teamnya – baru kemudian
mengangkat kembali beban berat yang ada untuk solusi yang sudah disepakati
bersama. Betapa cerdasnya mereka mengatasi halangan dan rintangan tersebut
sehingga terlalu panjang bila saya uraikan detailnya disini.
Yang paling menarik
adalah ketika semut-semut ini berhasil membawa makanan besar tersebut ke pintu
sarangnya di akhir perjalanan. Apa yang mereka lakukan ?.
Dengan ukuran
makanan yang jauh lebih besar dari pintu sarangnya, adakah mereka punya solusi
untuk membawanya masuk ?. Ternyata tidak, semut-semut tersebut memang tidak
berkeinginan membawa makanan besar tersebut masuk ke sarangnya. Ditinggalkannya
makanan ini di pintu masuk sarangnya, untuk menjadi santapan semut-semut lain
yang membutuhkannya.
Inilah rupanya
salah satu pelajaran besar yang bisa kita petik, secara individu semut-semut
tersebut nampaknya tahu betul bahwa dia hanya butuh sedikit saja untuk
makannya. Tetapi mereka secara bersama-sama tetap bekerja keras, bersusah payah
mengatasi segala halangan yang ada – agar semut-semut lain dapat makanan dengan
cukup dan dengan mudah – di pintu sarangnya.
Kita bangsa manusia
banyak juga yang mau bekerja keras mengatasi halangan dan rintangan, tetapi
kita sering lupa bagian orang lain. Kita tahu bahwa akhirnya yang kita butuhkan
sebenarnya juga hanya sedikit, tetapi kita tetap saja (berusaha) mencari begitu
banyak untuk diri kita sendiri.
Kerja keras memang
suatu keharusan, membangun kejayaan juga patut terus diupayakan – tetapi semua
pencapian tersebut hendaklah digunakan seperti makanan semut tadi – untuk dapat
dimanfaatkan oleh umat yang banyak. Inilah salah satu bentuk amal saleh yang
sangat dibutuhkan umat ini, agar kita tidak diperdaya dan dijajah oleh umat
lain. Agar maqasid syariah berupa iman, jiwa, pikiran, keturunan, kehormatan
dan harta umat terjaga.
Maka tidak heran
setelah ayat yang menceritakan semut-semut berbicara satu sama lain tersebut
diatas, Allah memberikan petunjuknya tentang apa yang perlu kita lakukan : “maka
dia (Sulaiman) tersenyum dengan tertawa karena (mendengar) perkataan semut itu.
Dan dia berdoa: "Ya Tuhanku, berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri
nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu
bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah
aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh". (QS
27:19).
Pasti bukan
kebetulan bila ayat tersebut senada dengan do’a yang dianjurkan untuk
orang-orang yang telah mencapai usia 40 tahun : “…sehingga apabila dia telah
dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku,
tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan
kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang
Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak
cucuku. Sesungguhnya aku bertobat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk
orang-orang yang berserah diri"”(QS 46 :15).
Jadi, yang kita
butuhkan sekarang adalah masyarakat pekerja keras seperti kaum semut pekerja
tersebut diatas. Mereka mensyukuri ‘nikmat’ kelebihan masing masing, ada yang
diberi ilmu, ada yang diberi harta, ada yang diberi kekuatan fisik dlsb.,
mereka mensyukurinya dengan bekerja keras mengoptimalkan kelebihan
masing-masing. Bukan untuk membangun kekayaannya untuk dirinya sendiri, tetapi
agar menjadi amal saleh yang diridhai-Nya.
Di Al-Qur’an ada
contoh-contoh yang pas untuk masing-masing peran, ada contoh untuk para
pemimpin, ada contoh untuk para pendidik, ada contoh untuk suami, ada contoh
untuk istri dan ada contoh untuk rakyat biasa yang rata-rata kaum pekerja.
Untuk saat ini umat
sangat membutuhkan kekuatan ekstra untuk bisa membangun ketahanan ekonomi dan
khususnya ketahanan pangan, maka keberadaan ‘semut-semut perkasa’ dari kaum
pekerja seperti kita-kitalah yang sangat dibutuhkan. Semoga kerja keras kita
bisa dicatat sebagai amal saleh yang diridhaiNya, Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar