Rabu, 21 Maret 2012

Memaknai Kesuksesan

Memaknai Kesuksesan

 
Tidak ada kesuksesan tanpa kegagalan, tidak ada kesuksesan tanpa kebangkitan diri, tidak ada kebangkitan diri jika tidak mengalami kegagalan, kesuksesan itu adalah rangkaian kegagalan yang kemudian diikuti dengan kebangkitan. Tak ubahnya kemenangan pun demikian. Setiap orang memiliki sejarah dan perjalanan yang berbeda. Namun pastinya ada duka sebelum suka, ada sedih sebelum gembira, dan ada gagal sebelum sukses. Begitu pun sebaliknya ada suka sebelum duka, ada gembira sebelum sedih, dan ada sukses sebelum gagal. Kita merasakan dan pernah mengalami berbagai warna kehidupan.

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya.” (QS. Al Baqarah 286)

“Kita menyadari bahwa kegagalan itu pahit. Kita tahu begitulah rasanya kegagalan”. (Anis Matta)

Namun hidup kita bukanlah untuk tenggelam setelah kegagalan mendatangi kita. Tapi kita harus bangkit dan menyiapkan awak kapal baru dengan layar yang lebih besar untuk kembali mengarungi lautan kesuksesan. Rahasianya ialah karena kegagalan itu ibarat biji padi yang ditanam yang menghasilkan buah biji baru lebih banyak. Begitulah Anis Matta menyampaikan dalam salah satu karyanya. Dari kegagalan lahir ketawadhuan, dari kegagalan lahir kedekatan dengan Rabb, dari kegagalan lahir kebangkitan, dari kegagalan lahir pembenahan dan dari kegagalan lahir kesuksesan. Setelah kesulitan pasti kita dapatkan kemudahan.

Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (QS. Al. Insyiroh 5-6)

Sebahagiaan orang banyak yang mengutuk kegagalan sebagai musibah, namun kita harus lebih memikirkan dan menanamkan dalam diri untuk memandang berbagai warna hidup dengan jiwa besar dan penalaran yang dalam.

Dalam banyak buku biografi orang-orang besar dan sukses, kegagalan itu justru menjadi hiasan dari kesuksesannya. Periode dimana momentum kompetensi untuk menuju sukses. Sejarah pun mengatakan hal sama bahwa bangsa dunia ini erat sekali dengan kejatuhan-kejatuhan dan kebangunan bangsa. Rasulullah SAW pernah mendapatkan kegagalan dalam pelayaran dakwahnya. Ketika beliau gagal dari mekah kemudian habsyah, thaif akhirnya sampai di madinah dan Allah menghendaki Islam mendapatkan kemenangan di sana.

Father of economics atau akrabnya Ibnu khaldun, menulis sebuah buku yang kini menyejarah dan menjadi referensi cendekiawan muslim dunia, “muqaddimah” yang kebanyakan orang tidak tahu ternyata sesungguhnya buku itu merupakan hasil kegagalannya sebagai praktisi politik. Siapa sangka Albert Einstein menemukan teori relativitas yang kini banyak dipelajari di sekolah dan para ilmuwan, pernah gagal mengatur waktunya dalam belajar. Thomas Alva Edison yang kita kenal sekarang salah satu ilmuwan besar dunia, hanya mengenyam pendidikan sekitar 3 bulan, dan secara fisik memiliki kelainan pendengaran, gagal mendapat kepercayaan dari pihak sekolahnya. Siapa sangka akhirnya menjadi seorang genius. Guru Beethoven menyebut Beethoven sebagai seorang komposer yang tidak mempunyai harapan. Rodin si pengukir legendaris, pernah 3 kali gagal masuk sekolah seni. Alexander Graham Bell pernah disarankan oleh seorang pegawai bank untuk membuang “barang mainan itu” (baca telepon). Henry Ford (pembuat ford quadrycycle) pernah gagal dalam bisnis dan bangkrut sebanyak 5 kali. Itulah sedikit kisah yang menjadi momentum luar biasa dari perubahan. Lautan kegagalan menjadikan batu loncatan menuju pintu kesuksesan. Orang-orang sukses di bidangnya telah melewati deretan kegagalan yang bangkit dan lahirkan karya-karya monumental. Hasil adalah konsekuensi dari seberapa besar kita berusaha. Jika ingin mendapatkan ikan besar maka umpannya pun harus berkualitas, menginginkan juara berarti usahanya harus lebih keras. Kita lah yang menjalani siklus hidup, maka bangkit dan melejit lah.

Begitulah hidup, dimana banyak lembah yang harus di turuni. Begitulah sukses harus di titi dengan loyalitas dan pengorbanan. Bukanlah perjuangan bila ia tanpa halangan. Kegagalan merupakan sendi dari pembinaan jiwa dan mental. Demikianlah sunnatullah kesuksesan penuh dengan hiasan kegagalan. Namun secara penalaran lain kegagalan menjadikan karakter tersendiri yang membedakan, yang telah menjadikan gagal itu memiliki makna dan pemahaman tersendiri di dalamnya. Setiap orang pasti memiliki pemikiran sendiri mengenai makna kesuksesan. Tidak ada salahnya saya pun demikian memberikan pemaknaan.

Sukses memiliki dua dimensi, terikat dan saling keterkaitan satu dengan lainnya. Dimensi duniawi dan ukhrawi. Dunia adalah ladang untuk kita mempersiapkan bekalan menuju akhirat. Sukses secara duniawi erat sekali kaitannya dengan seberapa banyak kekayaan dan hidup enak serta mewah, dimana tujuan dan cita-cita kita tercapai. Paradigma yang sudah mendarah daging di masyarakat. Memang itulah sukses dunia, dimana tujuan dan cita- cita yang di perjuangkan tercapai. Dimensi ukhrawinya yaitu kesuksesan yang akan kita nikmati dan rasakan di yaumil akhir kelak, dimana tercapainya tujuan dan cita-cita tertinggi kita yakni bertemu dengan sang Khaliq, Rasulullah SAW dan para syuhada yang telah berjuang di jalan Allah SWT. Kemenangan yang menjadi impian setiap orang. Seyogianya dimensi ukhrawi tidak bisa lepas dari duniawi, karena syarat untuk ukhrawi ada dan kita usahakan di dunia.

Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Q.s. Al-Hasyr: 18

Sukses dunia dan akhirat hakikatnya bisa diparalelkan. Artinya sama-sama mencapai dimensi falah atau kemenangan. Sehingga menciptakan hasanah dunia dan hasanah akhirat. Paralel yang dimaksud ialah sejalan. Karena ketika Allah SWT meniupkan ruh ke dalam jasad manusia dan lahir ke dunia, maka dari saat itulah kehidupan dunia dimulai. Seiring pelayaran kehidupan kita, maka akan banyak deretan deretan masa yang menyita hidup dan aktivitas kita. Hingga sampai kepada batas masa kerja yakni kematian. Kehidupan berikutnya ketika Allah membangkitkan kita kelak di yaumil akhir. Maka kehidupan akhirat di mulai. Ketika kehidupan dunia yang kita bawa berupa hasanah, tentunya insya Allah kehidupan akhirat akan membawa hasanah juga. Itulah parallel.

Makna sukses tidak hanya diukur dari seberapa besar sukses itu diinderakan. Hakikatnya Allah lah yang menghendaki dan menilai setiap langkah kita. Intinya kita usaha dengan maksimal untuk mencapai kesuksesan itu. Sukses itu ketika kita mampu sabar oleh ujian, sukses itu ketika kita mampu bermanfaat buat makhluk, sukses itu ketika kita mampu membuat orang lain sukses, sukses itu ketika kita tidak merasa sukses, sukses itu ketika dunia ada dalam genggaman kita dan surga dalam kerinduan kita, sukses itu ketika kebutuhan ruhiyah, fikriyah, jasadiyah terpenuhi dengan baik dan maksimal, kemudian puncak dari kesuksesan kita adalah ketika surga sudah kita injak langsung oleh kaki kita. Karena sukses sebelum kita mendapatkan syurga adalah sukses yang semu. Itulah yang menjadi rahasia kesuksesan generasi emas sahabat. Wallahu’alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar