Dua
hari yang lalu, pagi hari saat dalam perjalanan menuju satu tempat, saya
bertemu dengan seorang laki-laki di sebuah halte bis perempatan jalan. Orangnya
tinggi besar, berpakaian rapih, pakai jas dan membawa koper. Dari gaya
pakaiannya dia seperti orang kantoran. Namun, yang saya takjub bukan
penampilannya melainkan apa yang dilakukannya saat itu. Sambil menunggu bis
datang mulutnya tak henti berzikir.
Memang
pemandangan ini biasa dilihat di Mesir. Negara yang saya diami sekarang ini
benar-benar membuktikan julukannya sebagai “ardhul anbiya” atau bumi para nabi.
Di tempat lain mungkin aneh, jika ada orang berzikir sepanjang jalan atau ada
penumpang yang membaca Al-quran di bis, bahkan tidak jarang bacaannya itu
dilagukan seperti qari pada acara di masjid-masjid.
Namun,
ketika bis datang mata saya terpanah pada pemandangan yang beda namun tetap
orang yang sama. Terlihat sambil berlari, semua penumpang mendekati pintu bis,
berusaha masuk lebih awal dan adegan tolak menolak serta sikut menyikutpun
terjadi.
Ketika
hendak naik, tepat berdiri di belakang laki-laki tadi, saya melihat dia
menyorongkan tubuhnya di tengah himpitan penumpang yang berlomba masuk menaiki
bis. Terlihat seorang ibu di sisi kiri pintu bis, turut menyerobot masuk
bersamaan dengan lelaki tadi. Tanpa hirau sedikitpun, lelaki tadi masuk dan si
ibu pun termundur menuruni pintu bis akibat desakan tubuhnya.
Setelah
penumpang semua naik, ibu tadi berkomentar “kenapa semua takut tidak kebagian
tempat duduk, padahal semua kursi kosong”. Lantas lelaki tadi balik komentar
“saudariku, semua kan buru-buru dan ingin dapat kursi untuk duduk. Lagi pula
kenapa anda berdiam diri di pintu. ”
Kejadian
itu mengingatkan saya sebuah hadis nabi tentang salah satu karakter muslim.
Seorang muslim adalah orang yang selamat (menjaga) tangan dan lidahnya dari
mengusik orang lain. Karena pada prinsipnya Islam adalah agama yang mengajar
pada kedamaian. Ia hadir sebagai rahmat sekalian alam.
Terkadang
kita sering lupa. Berlomba untuk mendapat pradikat shalih dengan baik kepada
Allah namun kepada sesama manusia tidak. Padahal Islam mengajarkan untuk
berlaku seimbang terhadap keduanya.
Dalam
beberapa hadis disebutkan, berimannya seseorang berkaitan erat dengan caranya
memuliakan tamu dan menghargai tetangga. Islam juga mengajarkan cara
menghormati wanita, cara menghormati orang yang lebih tua dan menyayangi yang
muda. Juga dalam konteks keluarga, larangan menyekutukan allah dan menyukuriNya
sejajar dengan posisi berbakti dan berterima kasih kepada orang tua.
Hal
ini menunjukkan bahwa muslim yang baik adalah muslim yang bisa menjaga hubungan
vertikal dan horizontalnya. Muslim yang baik adalah muslim yang segala
aktifitas kesehariannya membuat orang lain senang dan membuat Allah ridha
terhadapnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar