Rabu, 29 Juni 2016

Zakat Fitrah dengan Uang, Bolehkah (Bagian 1)?





Ustadz Ammi NB | Zakat Fitrah dengan Uang, Bolehkah (Bagian 1)?

Keberkahan di Waktu Pagi



Di suatu masjid seperti biasa selepas shalat shubuh, seorang pemuda duduk di masjid sambil menunggu matahari terbit. Dia bukan hanya sekedar duduk santai ketika itu, tetapi dia membuka beberapa lembaran Al Qur’an yang telah dihafalnya dan dia mengulang-ulang untuk menguatkan dalam hatinya.

 Setelah itu, dia tidak lupa berdzikir dengan bacaan dzikir yang telah dituntunkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika pagi. Namun, ada suatu kondisi yang berkebalikan. Di belakang dia terdapat seorang pemuda juga yang sebaya dengannya. Ketika sehabis shalat shubuh dan membaca dzikir setelah shalat, pemuda yang kedua ini malah mengambil tempat di belakang. Sambil bersandar di dinding dan akhirnya perlahan-lahan kepalanya tertunduk kemudian tertidur pulas hingga matahari terbit.

Inilah sebagian kondisi kaum muslimin saat ini. Sehabis shalat shubuh di masjid, sebagian di antara kita ada yang memanfaatkan waktu pagi karena dia mengetahui keutamaan di dalamnya. Ada pula yang tertidur pulas karena telah dipengaruhi rayuan setan dan tidak mampu mengalahkannya.

Perlu kita ketahui bersama bahwa waktu pagi adalah waktu yang sangat utama dan penuh berkah.

Tulisan berikut akan sedikit mengupas mengenai keutamaan waktu pagi dan bagaimana memanfaatkannya. Semoga Allah selalu memberi kita taufik untuk mengamalkan setiap ilmu yang telah kita peroleh.

SAUDARAKU, KETAHUILAH KEUTAMAAN WAKTU PAGI
 
[Pertama] Waktu Pagi adalah Waktu yang Penuh Berkah

Waktu yang berkah adalah waktu yang penuh kebaikan. Waktu pagi telah dido’akan khusus oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai waktu yang berkah.
Dari sahabat Shokhr Al Ghomidiy, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

اللَّهُمَّ بَارِكْ لأُمَّتِى فِى بُكُورِهَا

Ya Allah, berkahilah umatku di waktu paginya.”

Apabila Nabi shallallahu mengirim peleton pasukan, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirimnya pada pagi hari. Sahabat Shokhr sendiri (yang meriwayatkan hadits ini, pen) adalah seorang pedagang. Dia biasa membawa barang dagangannya ketika pagi hari. Karena hal itu dia menjadi kaya dan banyak harta. Abu Daud mengatakan bahwa dia adalah Shokhr bin Wada’ah. (HR. Abu Daud no. 2606. Hadits ini dishohihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan Abi Daud)

Ibnu Baththol mengatakan, “Hadits ini tidak menunjukkan bahwa selain waktu pagi adalah waktu yang tidak diberkahi. Sesuatu yang dilakukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (pada waktu tertentu) adalah waktu yang berkah dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sebaik-baik uswah (suri teladan) bagi umatnya. 

Adapun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengkhususkan waktu pagi dengan mendo’akan keberkahan pada waktu tersebut daripada waktu-waktu yang lainnya karena pada waktu pagi tersebut adalah waktu yang biasa digunakan manusia untuk memulai amal (aktivitas). Waktu tersebut adalah waktu bersemangat (fit) untuk beraktivitas. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengkhususkan do’a pada waktu tersebut agar seluruh umatnya mendapatkan berkah di dalamnya.” (Syarhul Bukhari Libni Baththol, 9/163, Maktabah Syamilah) 

[Kedua] Waktu Pagi adalah Waktu Semangat Untuk Beramal 

Dalam Shohih Bukhari terdapat suatu riwayat dari sahabat Abu Hurairah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ ، وَلَنْ يُشَادَّ الدِّينَ أَحَدٌ إِلاَّ غَلَبَهُ ، فَسَدِّدُوا وَقَارِبُوا وَأَبْشِرُوا ، وَاسْتَعِينُوا بِالْغَدْوَةِ وَالرَّوْحَةِ وَشَىْءٍ مِنَ الدُّلْجَةِ

Sesungguhnya agama itu mudah. Tidak ada seorangpun yang membebani dirinya di luar kemampuannya kecuali dia akan dikalahkan. Hendaklah kalian melakukan amal dengan sempurna (tanpa berlebihan dan menganggap remeh). Jika tidak mampu berbuat yang sempurna (ideal) maka lakukanlah yang mendekatinya. Perhatikanlah ada pahala di balik amal yang selalu kontinu. Lakukanlah ibadah (secara kontinu) di waktu pagi dan waktu setelah matahari tergelincir serta beberapa waktu di akhir malam. 

 (HR. Bukhari no. 39. Lihat penjelasan hadits ini di Fathul Bari)
Yang dimaksud ‘al ghodwah’ dalam hadits ini adalah perjalanan di awal siang. Al Jauhari mengatakan bahwa yang dimaksud ‘al ghodwah’ adalah waktu antara shalat fajar hingga terbitnya matahari. (Lihat Fathul Bari 1/62, Maktabah Syamilah)

Inilah tiga waktu yang dikatakan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari sebagai waktu semangat (fit) untuk beramal.

Syaikh Abdurrahmanbin bin Nashir As Sa’di mengatakan bahwa inilah tiga waktu utama untuk melakukan safar (perjalanan) yaitu perjalanan fisik baik jauh ataupun dekat. Juga untuk melakukan perjalanan ukhrowi (untuk melakukan amalan akhirat). (Lihat Bahjah Qulubil Abror, hal. 67, Maktbah ‘Abdul Mushowir Muhammad Abdullah) 

BAGAIMANA KEBIASAAN ORANG SHOLIH DI PAGI HARI?
 
[1] Kebiasaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
An Nawawi dalam Shohih Muslim membawakan bab dengan judul ‘Keutamaan tidak beranjak dari tempat shalat setelah shalat shubuh dan keutamaan masjid’. Dalam bab tersebut terdapat suatu riwayat dari seorang tabi’in –Simak bin Harb-. Beliau rahimahullah mengatakan bahwa dia bertanya kepada Jabir bin Samuroh,

أَكُنْتَ تُجَالِسُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-

Apakah engkau sering menemani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam duduk?”

Jabir menjawab,

نَعَمْ كَثِيرًا كَانَ لاَ يَقُومُ مِنْ مُصَلاَّهُ الَّذِى يُصَلِّى فِيهِ الصُّبْحَ أَوِ الْغَدَاةَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ فَإِذَا طَلَعَتِ الشَّمْسُ قَامَ وَكَانُوا يَتَحَدَّثُونَ فَيَأْخُذُونَ فِى أَمْرِ الْجَاهِلِيَّةِ فَيَضْحَكُونَ وَيَتَبَسَّمُ.

Iya. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam biasanya tidak beranjak dari tempat duduknya setelah shalat shubuh hingga terbit matahari. Apabila matahari terbit, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri (meninggalkan tempat shalat). Dulu para sahabat biasa berbincang-bincang (guyon) mengenai perkara jahiliyah, lalu mereka tertawa. Sedangkan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya tersenyum saja.” (HR. Muslim no. 670)

An Nawawi mengatakan, “Dalam hadits ini terdapat anjuran berdzikir setelah shubuh dan mengontinukan duduk di tempat shalat jika tidak memiliki udzur (halangan).

Al Qadhi mengatakan bahwa inilah sunnah yang biasa dilakukan oleh salaf dan para ulama. Mereka biasa memanfaatkan waktu tersebut untuk berdzikir dan berdo’a hingga terbit matahari.” (Syarh An Nawawi ‘ala Muslim, 8/29, Maktabah Syamilah) 

[2] Kebiasaan Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu

Dari Abu Wa’il, dia berkata, “Pada suatu pagi kami mendatangi Abdullah bin Mas’ud  selepas kami melaksanakan shalat shubuh. Kemudian kami mengucapkan salam di depan pintu. Lalu kami diizinkan untuk masuk. Akan tetapi kami berhenti sejenak di depan pintu. Lalu keluarlah budaknya sembari berkata,  “Mari silakan masuk.” Kemudian kami masuk sedangkan Ibnu Mas’ud sedang duduk sambil berdzikir.

Ibnu Mas’ud lantas berkata,  “Apa yang menghalangi kalian padahal aku telah mengizinkan kalian untuk masuk?”
Lalu kami menjawab, “Tidak, kami mengira bahwa sebagian anggota keluargamu sedang tidur.”
Ibnu Mas’ud lantas bekata,  “Apakah kalian mengira bahwa keluargaku telah lalai?”
Kemudian Ibnu Mas’ud kembali berdzikir hingga dia mengira bahwa matahari telah terbit. Lantas beliau memanggil budaknya,  “Wahai budakku, lihatlah apakah matahari telah terbit.” Si budak tadi kemudian melihat  ke luar. Jika matahari belum terbit, beliau kembali melanjutkan dzikirnya. Hingga beliau mengira lagi bahwa matahari telah terbit, beliau kembali memanggil budaknya sembari berkata,  “Lihatlah apakah matahari telah terbit.” Kemudian budak tadi melihat ke luar. Jika matahari telah terbit, beliau mengatakan,

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى أَقَالَنَا يَوْمَنَا هَذَا

“Segala puji bagi Allah yang telah menolong kami berdzikir pada pagi hari ini.” (HR. Muslim no. 822) 

[3] Keadaan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah di Pagi Hari

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah adalah orang yang gemar beribadah dan bukanlah orang yang kelihatan bengis sebagaimana anggapan sebagian orang. Kita dapat melihat aktivitas beliau di pagi hari sebagaimana dikisahkan oleh muridnya –Ibnu Qayyim Al Jauziyah.-
Ketika menjelaskan faedah dzikir bahwa dzikir dapat menguatkan hati dan ruh, Ibnul Qayim mengatakan, “Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah suatu saat shalat shubuh. Kemudian (setelah shalat shubuh) beliau duduk sambil berdzikir kepada Allah Ta’ala hingga pertengahan siang. Kemudian berpaling padaku dan berkata, ‘Ini adalah kebiasaanku di pagi hari. Jika aku tidak berdzikir seperti ini, hilanglah kekuatanku’ –atau perkataan beliau yang semisal ini-.” (Al Wabilush Shoyib min Kalamith Thoyib, hal.63, Maktabah Syamilah)

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Kebiasaan Tidur Pagi Ternyata Berbahaya



Kita telah ketahui bersama bahwa waktu pagi adalah waktu yang penuh berkah dan di antara waktu yang kita diperintahkan untuk memanfaatkannya. Akan tetapi, pada kenyataannya kita banyak melihat orang-orang melalaikan waktu yang mulia ini. Waktu yang seharusnya dipergunakan untuk bekerja, melakukan ketaatan dan beribadah, ternyata dipergunakaan untuk tidur dan bermalas-malasan. 

Saudaraku, ingatlah bahwa orang-orang sholih terdahulu sangat membenci tidur pagi. Kita dapat melihat ini dari penuturan Ibnul Qayyim ketika menjelaskan masalah banyak tidur yaitu bahwa banyak tidur dapat mematikan hati dan membuat badan merasa malas serta membuang-buang waktu. Beliau rahimahullah mengatakan,

“Banyak tidur dapat mengakibatkan lalai dan malas-malasan. Banyak tidur ada yang termasuk dilarang dan ada pula yang dapat menimbulkan bahaya bagi badan.

Waktu tidur yang paling bermanfaat yaitu :

[1] tidur ketika sangat butuh,
[2] tidur di awal malam –ini lebih manfaat daripada tidur di akhir malam-,
[3] tidur di pertengahan siang –ini lebih bermanfaat daripada tidur di waktu pagi dan sore-. 

Apalagi di waktu pagi dan sore sangat sedikit sekali manfaatnya bahkan lebih banyak bahaya yang ditimbulkan, lebih-lebih lagi tidur di waktu ‘Ashar dan awal pagi kecuali jika memang tidak tidur semalaman.

Menurut para salaf, tidur yang terlarang adalah tidur ketika selesai shalat shubuh hingga matahari terbit. Karena pada waktu tersebut adalah waktu untuk menuai ghonimah (pahala yang berlimpah).
 Mengisi waktu tersebut adalah keutamaan yang sangat besar, menurut orang-orang sholih. Sehingga apabila mereka melakukan perjalanan semalam suntuk, mereka tidak mau tidur di waktu tersebut hingga terbit matahari. Mereka melakukan demikian karena waktu pagi adalah waktu terbukanya pintu rizki dan datangnya barokah (banyak kebaikan).” (Madarijus Salikin, 1/459, Maktabah Syamilah)

BAHAYA TIDUR PAGI [1]

[Pertama] Tidak sesuai dengan petunjuk Al Qur’an dan As Sunnah.

[Kedua] Bukan termasuk akhlak dan kebiasaan para salafush sholih (generasi terbaik umat ini), bahkan merupakan perbuatan yang dibenci.

[Ketiga] Tidak mendapatkan barokah di dalam waktu dan amalannya.

[Keempat] Menyebabkan malas dan tidak bersemangat di sisa harinya.

Maksud dari hal ini dapat dilihat dari perkataan Ibnul Qayyim. Beliau rahimahullah berkata, “Pagi hari bagi seseorang itu seperti waktu muda dan akhir harinya seperti waktu tuanya.” (Miftah Daris Sa’adah, 2/216). Amalan seseorang di waktu muda berpengaruh terhadap amalannya di waktu tua. Jadi jika seseorang di awal pagi sudah malas-malasan dengan sering tidur, maka di sore harinya dia juga akan malas-malasan pula.

[Kelima] Menghambat datangnya rizki.
Ibnul Qayyim berkata, “Empat hal yang menghambat datangnya rizki adalah [1] tidur di waktu pagi, [2] sedikit sholat, [3] malas-malasan dan [4] berkhianat.” (Zaadul Ma’ad, 4/378)

[Keenam] Menyebabkan berbagai penyakit badan, di antaranya adalah melemahkan syahwat. (Zaadul Ma’ad, 4/222)


[1] Pembahasan berikut disarikan dari tulisan Ustadz Abu Maryam Abdullah Roy, Lc yang berjudul ‘Tholabul ‘Ilmi di Waktu Pagi’ dan ada sedikit tambahan dari kami.

****
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Kamis, 23 Juni 2016

“Menghidupkan Al-Qur’an dalam Hati Setelah Ramadhan”


|Bersama : Ustadz Deden  M. Makhyaruddin Al-Hafidz
Selama bulan ramadhan berlangsung, betapa hati seorang mukmin itu sudah menjadi gembur. Puasa ramadhan dengan segala aktivitasnya membuat hati menjadi gembur, kalau diibaratkan sawah, maka lahan ini sudah siap untuk tanam. Amaliah ramadhan yang paling besar adalah bersama Al Quran.

– Orang yang ketika ramadhannya menghafal Al-Quran, maka sekarang sudah tumbuh.

– Orang yang ketika ramadhannya membaca Al-Quran, maka hari ini sudah tumbuh.

Kira-kira sudah berumur 20 hari (syawal), itulah umur Al Quran yang sudah kita tanam selepas ramadhan. Nah tanaman yang sudah tumbuh itu akan  tetap hidup ataukah mati? Jawabannya tergantung dari tanahnya, yang semula sudah gembur akankah kita menjadikannya tanah yang gersang ?

Tapi sebelumnya, kita bertanya pada diri sendiri, apakah kita sudah menanam?

Jika kita belum menanam, mari kita tanam hari ini, jangan menunggu hari esok lagi. Bulan syawal yang saya rasakan adalah bulan menghafal, karena hatinya masih lembut, masih gembur, sehingga kalau orang menghafal Al Quran, itu hatinya sudah bersih. Lalu kenapa ada juga orang yang menggunakannya untuk liburan ke tempat maksiat?

Pergi ke tempat-tempat yang bisa mengotori hati?

Padahal hati yg bersih itu seharusnya digunakan untuk menanam ayat-ayat Al Quran.

Bagaimana menghidupkan Al Quran dalam hati setelah ramadhan?

1. Mensyukuri nikmat Al Quran

|Q. S. Luqman : 12|

وَلَقَدْ آتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ أَنِ اشْكُرْ لِلَّهِ ۚ وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ ۖ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ
Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: “Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji

Nabi Muhammad Shallallahu `alaihi Wa Sallam  bersabda di dalam hadistnya yang berbunyi, “la hasada illa fithnataini; rajulun aataahullahu malan fasullita ‘ala halakatihi fil haqqi wa rajulun aataahullahul hikmah fahuwa yaqdhibiha wayu’allimuha”

* yang artinya : “Janganlah kamu berhasad kecuali dalam dua perkara yaitu terhadap orang yang diberikan harta oleh Allah dan dia membelanjakannya untuk orang lain dalam perkara yang benar dan orang yang diberikan ilmu oleh Allah dan dia mengamalkan untuk dirinya dan disampaikan kepada orang lain”.

Dalam hadist lain ‘hikmah’ dalam hadist ini diartikan : *orang yang diberi oleh Allah kepandaian membaca & memahami Al Quran.

Allah memberikan Al Quran untuk dihafal, orang yg diberi hafalan berarti telah diberi hikmah oleh Allah swt. Hikmah yang diberikan dalam Q. S. Luqman yang dimaksud yaitu Al Quran, nikmat yang terbesar yang patut disyukuri. kalau melihat dari ayat itu, mendapat hafalan 1  ayat lebih senang daripada mendapat uang 1 juta,

Tanda-tanda bersyukur :
 
1. Merasa senang

Hafal Al Quran, hanya oleh itulah sebenarnya mereka harus senang.

Karena Al Quran lebih baik daripada harta yang dikumpulkan.

2. Rasa senang itu memberikan efek untuk mengerjakan, maka akan semangat murajaah, semangat menghafalkan, semangat mentadabburi, semangat mengamalkannya, akan terus ada. Ketika kita bersyukur, maka Allah akan tambahkan.

|Q. S. Ibrahim : 7|

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ

Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih

Setelah ramadhan itu kita bahagia, bahagia itu karena terlepas dosa ?Atau karena sudah tidak puasa?

Rasa nikmat itu menumbuhkan rasa ingin lagi untuk mengerjakannya.

Ketika sudah hafal Al Quran, ketika kita mengucapkan alhamdulillah, itu ada dua kemungkinan :

* Rasa syukur, yang kemudian terus berlanjut dan murajaah

* Karena hanya nunggu selesai hafal, maka akan berhenti dan tidak murajaah lagi.

Mensyukuri Al Quran dan ilmu itu lebih hebat daripada mensyukuri apapun. Maka di hati ini akan tetap hidup dengan Al Quran.

2. Menjaga hati agar tetap lembut

agar tetap berayat, tetap gembur, dan menjaga hati ini tidak cukup hanya dengan rasa syukur namun dilanjutkan dengan perbuatan. Syukur itu menambah. Sedangkan mempertahankan itu menjaga yang sudah ada.

Jangan sampai hati yg sudah gembur, kemudian sudah menanam, akhirnya malah mati.

Hati bani israil itu keras, justru setelah turunnya ayat. Yaitu ketika mereka menyembelih sapi. Hati mereka keras setelah ramadhan, menyembelih sapi, melihat ayat itu.

Janganlah sampai orang yg beramadhan kemarin hatinya menjadi keras setelah selesai.

Al Quran itu tiada lain adalah dzikrul, dzikr adalah sesuatu yg disebut-sebut, selalu diingat-ingat. Efek dari mengulang-ulang itu membaca, aktivitas yg berayat, dzikir untuk lil’aalamin.

* Matahari itu juga menghafal Al Quran
* Semut mendengarkan Al Quran

Tidak semua ‘aalamin menjadikan Al Quran sebagai dzikr, hanya sebagian yang bisa mengerjakan, sesuatu yg bisa memberikan efek, sesuatu yang berayat . Yaitu hanya ‘aalamin yg bisa istiqamah.
Para sahabat dulu, pada pertempuran mereka mengorbankan nyawanya untuk Al Quran. Sampai umar sedih, kalau mereka meninggal siapa yang akan menjaga Al Quran , mereka lebih memilih kehilangan nyawa daripada kehilangan ayat dari dalam hatinya.

Namun sekarang bagi mukmin , kehilangan uang 1 juta lebih pusing daripada kehilangan 1 ayat dari hatinya.

Kira-kira kita kehilangan uang 1 juta  dan 1 ayat Al Quran lebih sedih yg mana?

*Jawab masing-masing dalam hati*

Punya hafalan 1 ayat, jaga jangan sampai kehilangan, sekali hafal ayat pantang untuk menceraikannya karena menghafal Al Quran itu seperti pernikahan.Sekali hafal dijaga untuk seumur hidup. 

[Tanya~Jawab]
 
1. T. Bagaimana jika kita sudah membaca, menghafal, dan mengikuti tadabbur setiap ba’da shubuh, hal ini sudah berlangsung selama 9 tahun, namun saya merasa belum maksimal?

    J. Merasa belum maksimal itu nikmat Allah swt.

– Selama hal itu memacu untuk bertambah semangat, maka kita harus tetap melakukannya

– Maksimal dan tidak maksimal bukan dilihat dari jumlah orang yang duduk, ayat/surat yang sudah dihafal, tetapi seberapa kuat kegigihan& kekonsistenan.

– Ada masa, dimana maksimal itu sendirian, maksimal itu sedikitan, seperti pada zaman nabi Nuh a.s berdakwah selama 1000 tahun kurang 50 tahun, nabi Nuh berdakwah maksimal, tapi apa yg terjadi? anaknya tidak beriman, istrinya tidak beriman, namun nabi Nuh tidak kecewa dengan hal itu meskipun kepada Allah nabi Nuh mengadu.

Q. S. Nuh : 5 
قَالَ رَبِّ إِنِّي دَعَوْتُ قَوْمِي لَيْلًا وَنَهَارًا

Nuh berkata: “Ya Tuhanku sesungguhnya aku telah menyeru kaumku malam dan siang,
Tetapi Allah swt menjawab jangan merasa apa yg kamu buat itu tidak maksimal, jangan kamu lihat itu , jika itu membuat tetap bertahan..

– Baca yang benar, tadabbur yang benar, karena tadabbur yang benar akan melahirkan hafalan.

Bertadabbur yg benar, akan melahirkan hafalan. Begitupun hafalan yg benar akan membuahkan tadabbur. 

2. T* Bagaimana jika hafalan tidak mutqin? Lebih baik murajaah sedikit-sedikit atau murajaah langsung banyak?

* Ketika menghafal, masih ada aja kesalahannya (tajwid belum benar). Apakah menghafal dilanjutkan atau dihentikan dan lebih baik memperbaiki bacaan terlebih dulu?

J* Penyebab murajaah berat :

– Belum hafal bacaannya
– Tidak senang ketika lupa atau keliru
– Berharap ingin cepat selesai.

Hafalan yang belum lancar jangan di murajaah, murajaah hanya surat yang sudah dihafal saja. Kalau belum lancar , hafalkan lagi. Sampai kapanpun hafalan yg belum hafal tidak akan menikmati murajaah.

Ayat yang kita murajaah tergantung hafalan sudah banyak atau belum, jadi jangan murajaah surat yang memang belum kita hafal, kita akan merasa capek memurajaah surat yg belum kita hafal.

* Hafalkan ayat yang sudah bertajwid. Yang sudah teruji bacaannya itu benar, kalau belum lewatkan. Biasanya ada penghafal Al Quran yg tergesa-gesa, ingin segera hafal namun mengabaikan tajwid. Dengan mengabaikan tajwid, maka hafalannya akaan semakin lama. Memperbaiki bacaan adalah rangkaian dalam menghafal Al Quran. Banyak orang yang ingin hafal, mengabaikan bacaan tajwid maka akan semakin lama dalam menghafal.

Wallahu a’lam bishshawab

Selasa, 21 Juni 2016

Ketika Nikmat Sehat itu diambilNya




 
Sakit merupakan salah satu nikmat, namun sehat juga merupakan nikmat,. Dengan keadaan sehat semua aktifitas pun mudah dilakukan, lalu bagaimana jika dalam keadaan sakit?

1. Jangan menunda kewajiban.
2. jangan sia siakan orang tua yang masih hidup.
3. Minta taubat setelah berbuat dosa.
4. Jangan menunda taubat.
5. Jangan sia-siakan kebersamaan bersama guru.
6. Jangan bikin kesan tidak enak terhadap orang lain.
8. Jauhi maksiat.
9. Selalu berprasangka baik jika ingin khusnul khatimah.
10. Jangan menunda kebaikan.
11. Beliau minta dimakamkan di Eco pesantren.
12. Jangan sia-siakan waktu dan jangan banyak berbuat yg sia sia.
#pesan AA Gym Ketika Sakit




Allahumma Robbannas, Adz-Hibil Ba'sa Isyfi Antasy-Syafi La Syifa'a Illa Syifa'uka Syifa'an La Yughadiru Saqoman, Aamiin.

(Ya Allah Tuhan dari semua manusia, hilangkan segala penyakit, sembuhkanlah, hanya Engkau yang dapat menyembuhkan, tiada kesembuhan kecuali dari padaMu, sembuh yang tidak dihinggapi penyakit lagi, Aamiin).

Jumat, 17 Juni 2016

Perbanyak Sholawat di Hari Jum'at

Amalan yang satu ini juga mungkin banyak dilalaikan oleh kamu muslimin atau mungkin belum diketahui. Amalan tersebut adalah shalawat kepada Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam. Janganlah kita sampai melalaikan amalan ini.



Keutamaan Bershalawat Kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ صَلَّى عَلَيَّ أَوْ سَأَلَ لِي الوَسِيْلَةَ حَقَّتْ عَلَيْهِ شَفَاعَتِي يَوْمَ القِيَامَةِ

“Barangsiapa bershalawat kepadaku atau meminta agar aku mendapatkan wasilah, maka dia berhak mendapatkan syafa’atku pada hari kiamat nanti.” (Hadits ini terdapat dalam Fadhlu Ash Sholah ‘alan Nabiy no. 50, Isma’il bin Ishaq Al Jahdiy. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani)

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ صَلَّى عَلَىَّ وَاحِدَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرًا

“Barangsiapa yang bershalawat kepadaku sekali, maka Allah akan bershalawat kepadanya sepuluh kali.” (HR. Muslim no. 408)

Keutamaan Bershalawat di Hari Jum’at

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَكْثِرُوا عَلَىَّ مِنَ الصَّلاَةِ فِى كُلِّ يَوْمِ جُمُعَةٍ فَإِنَّ صَلاَةَ أُمَّتِى تُعْرَضُ عَلَىَّ فِى كُلِّ يَوْمِ جُمُعَةٍ ، فَمَنْ كَانَ أَكْثَرَهُمْ عَلَىَّ صَلاَةً كَانَ أَقْرَبَهُمْ مِنِّى مَنْزِلَةً

“Perbanyaklah shalawat kepadaku pada setiap Jum’at. Karena shalawat umatku akan diperlihatkan padaku pada setiap Jum’at. Barangsiapa yang banyak bershalawat kepadaku, dialah yang paling dekat denganku pada hari kiamat nanti.” (HR. Baihaqi dalam Sunan Al Kubro. Hadits ini hasan ligoirihi –yaitu hasan dilihat dari jalur lainnya-)
Amalkanlah Shalawat Berikut

Di antara shalawat yang dianjurkan yang dapat kita amalkan adalah:

[1] Dari Zaid bin Abdullah berkata bahwa sesungguhnya mereka dianjurkan mengucapkan,

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ النَّبِيِّ الأُمِّيِّ

“Allahumma sholli ‘ala Muhammad an nabiyyil ummiyyi. [Ya Allah, berilah shalawat kepada Muhammad Nabi yang Ummi]” (Fadhlu Ash Sholah ‘alan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam no. 60. Syaikh Al Albani mengomentari bahwa hadits ini shohih)

[2] Dari Ka’ab bin ‘Ujroh, beliau mengatakan,

“Wahai Rasulullah, kami sudah mengetahu bagaimana kami mengucapkan salam padamu. Lalu bagaimana kami bershalawat padamu?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ucapkanlah,

اللَّهُمَّ صّلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

“Allahumma sholli ‘ala Muhammad wa ‘ala ali Muhammad kama shollaita ‘ala ali Ibrahim, innaka hamidun majid” [Ya Allah, berilah shalawat kepada Muhammad dan kerabatnya karena engkau memberi shalawat kepada kerabat Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia] (Fadhlu Ash Sholah ‘alan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam no. 56. Syaikh Al Albani mengomentari bahwa sanad hadits ini shohih)

[3] Dalam riwayat Bukhari no. 3370 terdapat lafazh shalawat sebagai berikut,

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ ، اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ

“Allahumma sholli ‘ala Muhammad wa ‘ala ali Muhammad kama shollaita ‘ala Ibrahim wa ‘ala ali Ibrahim, innaka hamidun majid. Allahumma barik ‘ala Muhammad wa ‘ala ali Muhammad kama barokta ‘ala Ibrahim wa ‘ala ali Ibrahim, innaka hamidun majid.” [Ya Allah, berilah shalawat kepada Muhammad dan kerabatnya karena engkau memberi shalawat kepada Ibrahim dan kerabatnya. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia. Ya Allah, berilah keberkahan kepada Muhammad dan kerabatnya karena engkau memberi keberkahan kepada Ibrahim dan kerabatnya. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia]

Itulah bacaan shalawat yang dapat kita amalkan dan hendaknya kita mencukupkan diri dengan shalawat yang telah diajarkan oleh Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam. Janganlah kita mengamalkan shalawat yang sebenarnya tidak ada tuntunan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, apalagi mengandung kesyirikan semacam shalawat nariyah. Butuh pembahasan tersendiri untuk membahas shalawat nariyah ini.
Penutup

Saudaraku, perbanyaklah shalawat di hari Jum’at. Ingatlah, makna shalawat adalah sebagaimana yang dikatakan oleh Abul ‘Aliyah,

صَلاَةُ اللَّهِ ثَنَاؤُهُ عَلَيْهِ عِنْدَ الْمَلاَئِكَةِ

“Shalawat Allah adalah pujian-Nya kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam di hadapan para malaikat.” (HR. Bukhari no. 10)

Sebagian ulama mengatakan bahwa makna shalawat dari Allah adalah rahmat, dari malaikat adalah istigfar (mohon ampunan) dan dari manusia adalah do’a. Namun makna shalawat dari Allah yang lebih tepat adalah sebagaimana perkataan Abul ‘Aliyah di atas sebagaimana yang dikuatkan oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin dalam Syarhul Mumthi’ dan Syarh Bulughul Marom.

Semoga kita dimudahkan oleh Allah untuk mengamalkannya. Semoga Allah selalu memberi kita ilmu yang bermanfaat. Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Wa shollallahu ‘ala nabiyyiina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.


Panggang, Gunung Kidul, 16 Shofar 1430 H

Yang selalu mengharapkan ampunan dan rahmat Rabbnya: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com