Ada
beberapa keutamaan memberi makan buka puasa. Ini juga termasuk bagi yang
membantu atau menjadi panitia buka puasa karena termasuk dalam orang yang
menolong dalam kebaikan.
1. Memberi
makan buka puasa akan mendapatkan pahala dari orang yang berpuasa
Dari
Zaid bin Khalid Al-Juhani radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ فَطَّرَ
صَائِمًا كَانَ
لَهُ مِثْلُ
أَجْرِهِ غَيْرَ
أَنَّهُ لاَ
يَنْقُصُ مِنْ
أَجْرِ الصَّائِمِ
شَيْئًا
“Siapa
memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa
tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun juga.”
(HR. Tirmidzi no. 807, Ibnu Majah no. 1746, dan Ahmad 5: 192. Al-Hafizh Abu
Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih).
2. Dengan banyak berderma melalui memberi makan
berbuka dibarengi dengan berpuasa itulah jalan menuju surga
Dari
‘Ali radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
إِنَّ فِى
الْجَنَّةِ غُرَفًا
تُرَى ظُهُورُهَا
مِنْ بُطُونِهَا
وَبُطُونُهَا مِنْ
ظُهُورِهَا. فَقَامَ أَعْرَابِىٌّ فَقَالَ
لِمَنْ هِىَ
يَا رَسُولَ
اللَّهِ قَالَ
لِمَنْ أَطَابَ
الْكَلاَمَ
وَأَطْعَمَ
الطَّعَامَ وَأَدَامَ
الصِّيَامَ وَصَلَّى
لِلَّهِ بِاللَّيْلِ
وَالنَّاسُ نِيَامٌ
“Sesungguhnya
di surga terdapat kamar-kamar yang mana bagian luarnya terlihat dari bagian dalam
dan bagian dalamnya terlihat dari bagian luarnya.” Lantas seorang arab baduwi
berdiri sambil berkata, “Bagi siapakah kamar-kamar itu diperuntukkan wahai
Rasululullah?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Untuk orang yang
berkata benar, yang memberi makan, dan yang senantiasa berpuasa dan shalat pada
malam hari di waktu manusia pada tidur.” (HR. Tirmidzi no. 1984. Syaikh Al
Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Lihatlah
bagaimana keutamaan Abu Bakr Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu yang menggabungkan
antara memberi makan dengan amalan lainnya. Dari Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ مَنْ
أَصْبَحَ مِنْكُمْ
الْيَوْمَ صَائِمًا
قَالَ أَبُو
بَكْرٍ أَنَا
قَالَ فَمَنْ
تَبِعَ مِنْكُمْ
الْيَوْمَ جَنَازَةً
قَالَ أَبُو
بَكْرٍ أَنَا
قَالَ فَمَنْ
أَطْعَمَ مِنْكُمْ
الْيَوْمَ مِسْكِينًا
قَالَ أَبُو
بَكْرٍ أَنَا
قَالَ فَمَنْ
عَادَ مِنْكُمْ
الْيَوْمَ مَرِيضًا
قَالَ أَبُو
بَكْرٍ أَنَا
فَقَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ مَا
اجْتَمَعْنَ فِي
امْرِئٍ إِلَّا
دَخَلَ الْجَنَّةَ
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya (kepada para sahabat), “Siapakah di
antara kalian yang pada hari ini berpuasa?” Abu Bakar berkata, “Saya.”
Beliau
bertanya lagi, “Siapakah di antara kalian yang hari ini sudah mengiringi
jenazah?” Maka Abu Bakar berkata, “Saya.”
Beliau
kembali bertanya, “Siapakah di antara kalian yang hari ini memberi makan orang
miskin?” Maka Abu Bakar mengatakan, “Saya.”
Lalu
beliau bertanya lagi, “Siapakah di antara kalian yang hari ini sudah
mengunjungi orang sakit.” Abu Bakar kembali mengatakan, “Saya.”
Maka
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, “Tidaklah ciri-ciri itu
terkumpul pada diri seseorang melainkan dia pasti akan masuk surga.”
(HR.
Muslim, no. 1028).
3. Menggabungkan shalat, puasa dan sedekah dapat
mengantarkan pada ridha Allah.
Ibnu
Rajab Al-Hambali rahimahullah karenanya menyatakan, “Puasa, shalat dan sedekah
mengantarkan orang yang mengamalkannya pada Allah. Sebagian salaf sampai
berkata, ‘Shalat mengantarkan seseorang pada separuh jalan. Puasa
mengantarkannya pada pintu raja. Sedekah nantinya akan mengambilnya dan
mengantarnya pada raja.’“
(Lathaif Al-Ma’arif, hlm. 298)
4. Mendapat buah-buahan di surga dan ar-rahiq
al-makhtum (minuman khamar yang nikmat di surga)
Dari
Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, dari Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
أَيُّمَا مُسْلِمٍ
كَسَا مُسْلِمًا
ثَوْبًا عَلَى
عُرْىٍ كَسَاهُ
اللَّهُ مِنْ
خُضْرِ الْجَنَّةِ
وَأَيُّمَا مُسْلِمٍ
أَطْعَمَ مُسْلِمًا
عَلَى جُوعٍ
أَطْعَمَهُ اللَّهُ
مِنْ ثِمَارِ
الْجَنَّةِ وَأَيُّمَا
مُسْلِمٍ سَقَى
مُسْلِمًا عَلَى
ظَمَإٍ سَقَاهُ
اللَّهُ مِنَ
الرَّحِيقِ الْمَخْتُومِ
“Muslim
mana saja yang memberi pakaian orang Islam lain yang tidak memiliki pakaian,
niscaya Allah akan memberinya pakaian dari hijaunya surga. Muslim mana saja
yang memberi makan orang Islam yang kelaparan, niscaya Allah akan memberinya
makanan dari buah-buahan di surga. Lalu muslim mana saja yang memberi minum
orang yang kehausan, niscaya Allah akan memberinya minuman Ar-Rahiq Al-Makhtum
(khamr yang dilak).” (HR. Abu Daud, no. 1682; Tirmidzi, no. 2449. Al-Hafizh Abu
Thahir menyatakan bahwa sanad hadits ini dha’if dikarenakan dalam sanadnya
terdapat perawi yang dikenal mudallis[1] yaitu Abu Khalid Ad-Daalani. Hadits
ini punya penguat yang juga dha’if sekali dalam riwayat Tirmidzi).
Hadits
di atas adalah hadits dha’if namun punya makna yang benar, yaitu setiap orang
yang beramal akan dibalas dengan semisalnya pada hari kiamat. Hadits di atas
didukung makna shahihnya dalam ayat,
جَزَاءً مِنْ
رَبِّكَ عَطَاءً
حِسَابًا
“Sebagai
pembalasan dari Rabbmu dan pemberian yang cukup banyak.” (QS. An-Naba’: 36)
هَلْ جَزَاءُ
الْإِحْسَانِ إِلَّا
الْإِحْسَانُ
“Tidak
ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula).” (QS. Ar-Rahman: 60)
Adapun
ar-rahiq al-makhtum adalah khamr di surga atau minuman di surga. Ar-rahiq
sendiri adalah khamar yang murni atau minuman yang masih asli, tidak mungkin
dipalsukan. Adapun al-makhtum artinya dilak atau dikunci yang hanya bisa dibuka
oleh pemiliknya. Menunjukkan bahwa minuman tersebut adalah minuman yang sangat
spesial. Ada juga yang menyatakan bahwa minuman tersebut ditutup dengan minyak
misk. Sungguh kenikmatan luar biasa. Pengertian ini disebutkan dalam kitab ‘Aun
Al-Ma’bud, 5: 77. Pembahasan lainnya bisa dilihat dalam kitab Minhah Al-‘Allam
karya Syaikh ‘Abdullah Al-Fauzan, 4: 474-475.
--------------------------------
Keutamaan
lainnya adalah keutamaan dalam hal memberi sedekah
---------------------------
5. Sedekah
akan menyelamatkan seseorang dari panasnya hari kiamat.
Sedekah
akan menyelamatkan seseorang dari panasnya hari kiamat.
Dari
‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
كُلُّ امْرِئٍ
فِى ظِلِّ
صَدَقَتِهِ حَتَّى
يُفْصَلَ بَيْنَ
النَّاسِ
“Setiap
orang akan berada di naungan amalan sedekahnya hingga ia mendapatkan keputusan
di tengah-tengah manusia.”
(HR. Ahmad, 4: 147. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth
mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)
6. Sedekah
akan menambah (berkah) harta.
Terkadang
Allah membuka pintu rizki dari harta yang disedekahkan. Sebagaimana terdapat
dalam hadits,
مَا نَقَصَتْ
صَدَقَةٌ مِنْ
مَالٍ
“Sedekah
tidaklah mengurangi harta.” (HR. Muslim, no. 2588).
Maksud
hadits di atas sebagaimana dijelaskan oleh Imam Nawawi rahimahullah:
1)
Harta tersebut akan diberkahi dan akan dihilangkan berbagai dampak bahaya
padanya. Kekurangan harta tersebut akan ditutup dengan keberkahannya. Ini bisa
dirasakan secara inderawi dan kebiasaan.
2)
Walaupun secara bentuk harta tersebut berkurang, namun kekurangan tadi akan
ditutup dengan pahala di sisi Allah dan akan terus ditambah dengan kelipatan
yang amat banyak. (Syarh Shahih Muslim, 16: 128)
Berbagi Strawberry di Gaza (bang onim) |
7. Sedekah
akan meredam murka Allah
Sebagaimana
disebutkan dalam hadits,
إِنَّ الصَّدَقَةَ
لَتُطْفِئُ غَضَبَ
الرَّبِّ وَتَدْفَعُ
مِيتَةَ السُّوءِ
“Sedekah
itu dapat memamkan murka Allah dan mencegah dari keadaan mati yang jelek.”
(HR.
Tirmidzi, no. 664. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini
dha’if)
8. Sedekah
akan menghapus dosa
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَالصَّدَقَةُ تُطْفِئُ
الْخَطِيئَةَ كَمَا
يُطْفِئُ الْمَاءُ
النَّارَ
“Sedekah
itu akan memadamkan dosa sebagaimana air dapat memadamkan api.” (HR. Tirmidzi,
no. 2616; Ibnu Majah, no. 3973.
Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).
(Lihat
bahasan Manfaat Sedekah dalam Syarh Al-Mumthi’ ‘ala Zaad Al-Mustaqni’ karya
Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, 6: 7-11)
Semoga
semangat dalam memberi makanan berbuka pada bulan Ramadhan.
—
[1]
Hadits mudallis adalah hadits yang di mana seorang perawi menyembunyikan aib
dalam isnad (sanad) dan menampakkan seolah-olah itu bagus. Misalnya seorang
perawi menyebut bahwa ia mendapatkan hadits dari seorang guru, padahal ia tidak
mendengar langsung dan ia tidak menegaskan kalau ia tidak mendengar langsung.
Lihat penjelasan dalam Taysir Musthalah Al-Hadits, hlm. 96-97.
Selesai
disusun di Jumat pagi, 22 Syaban 1438 H @ DS Panggang, Gunungkidul
Oleh:
Muhammad Abduh Tuasikal
Sumber: rumasyho.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar